Rabu 07 Jun 2023 11:15 WIB

Netizen Rame-Rame Dukung Jokowi Ambil Alih Vale

Netizen mendesak sudah saatnya tambang PT Vale Tbk (INCO) dikembalikan ke negara

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk meninjau ulang rencana pemberian perpanjangan izin kontrak PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang akan berakhir pada tahun 2025.
Foto: dok Vale Indonesia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk meninjau ulang rencana pemberian perpanjangan izin kontrak PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang akan berakhir pada tahun 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak hanya dikalangan parlemen yang menyuarakan urgensi kedaulatan Indonesia atas pertambangan, desakan yang sama juga muncul di sosial media.

Netizen serempak menyuarakan Indonesia harus perkuat kedaulatan dalam mengelola tambang. Mereka mendesak sudah saatnya tambang PT Vale Tbk (INCO) atau Vale dikembalikan ke Negara.

Suara ini terus menyeruak diantara para Netizen. Hingga akhirnya muncul Top Trending yang menjadi topik utama di twitter, dengan hastag #KembalikanTambangIndonesia dan #DukungJokowiAmbilVale.

Peluang itu sudah ada sebenarnya, dengan adanya amanat Undang - undang (UU) No. 3 Tahun 2022 tentang UU Mineral dan Batu Bara. Dimana didalamnya muncul kewajiban untuk divestasi saham hingga 51 persen. 

Dengan 51 persen saham di tangan pemerintah, maka tidak ada hambatan apapun bagi Indonesia untuk mengelola sendiri tambang yang kaya akan mineral bernilai ekonomi tinggi. Kontribusi pada keuangan negara pun akan semakin besar.

Hal tersebut diungkap dengan gamblang oleh pemilik akun Twitter @cimotyy,  Fanny, dan akun @Paltiwest, Bang #Nalar.

"Dan perlu diketahui juga loh, saat ini Pemerintah Indonesia sedang berupaya mengambil alih PT Vale yang menguasai lahan tambang kita sudah lebih dari 50 tahun!," tulis Bang #Nalar disalah satu cuitannya, Selasa (6 Juni 2023).

Toh, divestasi hingga 51 persen itu sudah pernah sukses dilakukan pemerintah terhadap PT Freeport Indonesia. Jika PT Freeport Indonesia bisa, maka dengan Vale Indonesia pun seharusnya bisa. 

Belum lagi nilai tambah nonekonomi lainnya yang dapat mengikuti. Antara lain penciptaan legacy pada akhir periode pemerintahan, baik dari sisi Komisi VII DPR RI maupun Presiden Jokowi.

Divestasi Vale ini akan menjadi legacy kedua Pemerintahan Jokowi setelah pemerintah sukses mengembalikan saham PT Freeport Indonesia ke Ibu Pertiwi.

Lebih dari itu, momentumnya sudah tepat karena Vale Indonesia seharusnya sudah puas mengeksploitasi tambang di tanah air. 

Itu bisa dilihat dari Kontrak Karya (KK) perusahaan tambang nikel asal Kanada itu di Indonesia akan berakhir pada 2025 mendatang, tepatnya 28 Desember 2025. 

Itu karena Kontrak pertama PT Vale Tbk (INCO) dimulai sejak 1968 lalu. Artinya, sudah lebih dari 50 tahun Vale menambang nikel di Indonesia.

Ini semua mendorong munculnya suara nyaring di sosial media yang menuntut agar 51 persen saham Vale Indonesia sebaiknya dikuasai pemerintah Indonesia. Atau, jika perlu,  konsesi lahan tambangnya dikembalikan ke negara.

"Kalian tahu nggak kalo Tambang Vale bakalan dikembaliin ke negara? Iya karena Kontrak Karya perusahaan tambang nikel asal Kanada di Indonesia, PT Vale Tbk akan berakhir tgl 28 Des 2025," tulis Fanny.

Kebebasan Operasional

Seperti diketahui, untuk mendapatkan proses perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Vale setidaknya wajib mendivestasikan sahamnya sebesar 51 persen ke negara. Namun, sejauh ini Vale mendivestasikan sahamnya sebesar 20 persen ke MIND ID.

Artinya, apabila Vale hanya menawarkan sahamnya sebesar 11 perse untuk diambil negara, maka sejauh ini baru 31 persen saham yang akan yang dikuasai negara. Hal ini lantaran kepemilikan publik sebesar 20,7 persen di PT Vale Indonesia ternyata tidak dikuasai oleh pasar domestik.

Publik mendesak agar Vale memberikan saham kepada pemerintah Indonesia setidaknya 51 persen dan menjadikan pemerintah Indonesia sebagai majority shareholder.

Terdapat dua manfaat bagi Indonesia sebagai pemegang saham pengendali. Pertama, peralihan kendali dari asing ke Indonesia.  Kedua, adanya peralihan manfaat ekonomi yang optimal bagi kepentingan Indonesia, antara lain misalnya melalui deviden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement