Selasa 09 May 2023 09:29 WIB

Dibayangi Ekspektasi Suku Bunga, IHSG Kembali Dibuka Turun

IHSG terkoreksi ke level 6.743,48.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Foto: Republika/Prayogi.
Karyawan mengamati pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka turun pada perdagangan Selasa (9/5/2023). IHSG terkoreksi ke level 6.743,48 setelah ditutup melemah sebesar 0,27 persen pada perdagangan kemarin. 

Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan indeks saham di Asia pagi ini dibuka beragam (mixed) mengikuti pergerakan indeks saham utama di Wall Street semalam. NASDAQ dan S&P 500 naik tipis sementara DJIA melemah. 

Baca Juga

"Investor masih menimbang apa saja yang akhirnya dapat mengubah sikap bank sentral AS (Federal Reserve) berkaitan dengan suku bunga," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Selasa (9/5/2023). 

Investor juga masih menunggu rilis laporan keuangan korporasi dan rilis data inflasi AS untuk bulan April. Investor berekspektasi inflasi IHK akan berada di bawah lima persen dengan inflasi inti berada sedikit di atas lima persen atau tidak tertutup kemungkinan turun di bawah lima persen.

Dari sisi politik, investor menantikan hasil pertemuan antara Presiden Joe Biden dengan ketua DPR AS Kevin McCarthy untuk membahas mengenai plafon utang (debt ceiling) Pemerintah AS, serta pertemuan Menteri Keuangan negara anggota G7 di Jepang.

Dari sisi makroekonomi, investor mencerna rilis The Fed Senior Loan Officer Opinion Survey yang memperlihatkan gejolak pada bank berukuran menengah telah menyebabkan pengetatan standar penyaluran pinjaman bagi dunia usaha dan juga rumah tangga di kuartal I 2023 sehingga berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi AS.

Guncangan di sektor perbankan diprediksi masih akan terjadi hingga tahun depan dipicu oleh ekspektasi perlambatan ekonomi AS. Selain itu muncul juga kekhawatiran adanya aliran keluar Dana Pihak Ketiga (DPK) dan semakin berkurangnya toleransi terhadap risiko (risk tolerance).

Di pasar komoditas, harga minyak mentah naik lebih dari dua persen seiring dengan meredanya kekhawatiran mengenai resesi ekonomi di AS. "Pelaku pasar memandang penurunan harga minyak mentah selama tiga minggu terakhir ini sudah berlebihan," kata Phillip Sekuritas Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement