Ahad 07 May 2023 10:59 WIB

Diwarnai Sentimen Negatif, IHSG Terkoreksi 1,85 Persen Sepekan Terakhir

IHSG rontok karena keputusan The Fed menaikkan suku bunga 25 basis poin.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Karyawan berjalan di dekat layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/6/2022). Selama perdagangan 2-5 Mei 2023, IHSG terkoreksi sebesar 1,85 persen dan berakhir di level 6.787,63 pada penutupan Jumat (5/5/2023).
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Karyawan berjalan di dekat layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/6/2022). Selama perdagangan 2-5 Mei 2023, IHSG terkoreksi sebesar 1,85 persen dan berakhir di level 6.787,63 pada penutupan Jumat (5/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepekan terakhir mengalami tekanan yang cukup dalam. Selama perdagangan 2-5 Mei 2023, IHSG terkoreksi sebesar 1,85 persen dan berakhir di level 6.787,63 pada penutupan Jumat (5/5/2023). 

Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chisty Maryani mengatakan, tekanan yang terjadi pada IHSG berasal dari katalis global di antaranya adalah hasil FOMC The Fed yang memutuskan untuk kembali menaikan suku bunga sebesar 25 bps di level 5-5,25 persen. 

Baca Juga

Hal tersebut dilakukan The Fed sebagai upaya untuk meredamkan tingkat inflasi yang masih jauh di atas target The Fed yakni dua persen. "Keputusan The Fed untuk menaikan suku bunga acuan pada FOMC kemarin telah di antisipasi oleh pelaku pasar sebelumnya," kata Chisty, Sabtu (6/5/2023).  

Hal tersebut mendorong kekhawatiran global akan berlanjutnya krisis likuiditas yang terjadi di sektor perbankan AS. Sebab, beberapa perbankan AS mengklaim memiliki rencana untuk melakukan penjualan kepemilikan asetnya. 

Selain itu, kekhawatiran di AS juga perihal adanya potensi kegagalan membayar utang yang tercatat sudah melambung hingga 3,46 triliun dolar AS pada Juni 2023. Kegagalan tersebut terjadi karena penerimaan pajak sejauh ini lebih rendah dibandingkan proyeksinya.

Kekhawatiran lainnya pada pasar global juga berasal dari rilisnya GDP (Gross Domestic Product) AS pada kuartal I 2023 yang berada pada level 1,1 persen secara kuartalan. Angka tersebut lebih rendah dari pencapaian kuartal sebelumnya yang tercatat di level 2,6 persen. 

"Hal ini mengindikasikan perlambatan ekonomi AS di tahun 2023 ini akan terjadi di tengah pengetatan kebijakan moneter yang terus dilakukan oleh The Fed," jelas Chisty. 

Katalis negatif lainnya yang menekan pergerakan IHSG berasal dari terkoreksinya beberapa harga komoditas, diantaranya adalah batu bara, nikel, dan CPO. Harga komoditas-komoditas tersebut terkoreksi dampak dari penurunan permintaan global akibat kekhawatiran mengenai potensi perlambatan ekonomi global.

Chisty memproyeksikan katalis negatif tersebut merupakan sentimen sesaat. Sentimen tersebut juga bukan merupakan suatu konfirmasi fenomena Sell in May and Go Away benar akan terjadi. "Pasalnya, sentimen dari data ekonomi dalam negeri sejauh ini masih sangat positif," kata Chisty. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement