REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 dari 4,8 persen menjadi 5 persen dan perkiraan untuk tahun 2024 cukup sehat di tingkat 5,1 persen. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF menunjukkan Indonesia masih menjadi salah satu titik terang di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian.
"Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pemulihan dan stabilitas perekonomian nasional," ujar Febrio dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Dengan kontribusi permintaan domestik yang besar, kata dia, berbagai upaya untuk mengendalikan inflasi agar tetap berada pada level moderat menjadi sangat krusial untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat. Ke depan, IMF melihat berbagai risiko perekonomian global masih dominan dengan potensi hard landing jika risiko semakin eskalatif. Risiko utama berasal dari tekanan sektor keuangan, tekanan utang, eskalasi perang di Ukraina yang dapat memicu kenaikan harga komoditas, tingkat inflasi inti yang persisten tinggi, serta fragmentasi geo-ekonomi.
Beberapa rekomendasi kebijakan dari IMF untuk negara-negara dalam menavigasi perekonomian global yang semakin menantang, antara lain kebijakan pengetatan moneter dapat berlanjut dengan tetap menjaga stabilitas keuangan serta dukungan fiskal terus diprioritaskan untuk melindungi kelompok paling rentan dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal.
Kemudian, lembaga yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat ini turut merekomendasikan pentingnya penguatan kebijakan struktural dan kerja sama multilateral demi mewujudkan perekonomian global yang lebih berdaya tahan.
Dalam menghadapi berbagai ketidakpastian, Febrio menyampaikan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk melanjutkan berbagai kebijakan yang bijaksana namun tetap suportif dalam penguatan pondasi ekonomi.
Di tahun 2022, defisit fiskal Indonesia telah kembali ke level di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau satu tahun lebih cepat dibanding rencana awal, yang menunjukkan sikap kehati-hatian dan kredibilitas di tengah peningkatan risiko global. Meski demikian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih tetap memberi perhatian utama pada beberapa area vital, seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan perlindungan sosial, akselerasi infrastruktur, peningkatan efektivitas desentralisasi fiskal, serta reformasi birokrasi.
"Ke depan, Pemerintah Indonesia akan terus menjalankan kebijakan yang antisipatif dalam menghadapi turbulensi perekonomian global dengan tetap mengawal rencana pembangunan jangka menengah-panjang antara lain melalui melalui reformasi struktural," tutup Febrio.