Jumat 14 Apr 2023 13:51 WIB

Utang Luar Negeri Indonesia Capai 400 Miliar Dolar AS, Turun 3,7 Persen

Posisi ULN Indonesia pada akhir Februari 2023 tercatat sebesar 400,1 miliar dolar AS.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2023 turun dibandingkan bulan sebelumnya. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, posisi ULN Indonesia pada akhir Februari 2023 tercatat sebesar 400,1 miliar dolar AS.

"Posisi utang tersebut turun dibandingkan posisi ULN Januari 2023 sebesar 404,6 miliar dolar AS," kata Erwin dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (14/4/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan, perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) maupun sektor swasta. Secara tahunan, Erwin mengatakan posisi ULN Februari 2023 mengalami kontraksi sebesar 3,7 persen yang lebih dalam daripada kontraksi dua persen pada bulan sebelumnya.

Sementara itu, Erwin mengatakan untuk posisi ULN pemerintah pada Februari 2023 tercatat 192,3 miliar dolar AS. "Ini lebih rendah dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar 194,3 miliar dolar AS," tutur Erwin.

Secara tahunan, Erwin mengungkapkan, ULN pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam dari 2,5 persen pada Januari 2023 menjadi 4,4 persen pada Februari 2023. Perkembangan tersebut didorong oleh pergeseran penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan volatilitas pasar keuangan global yang masih tinggi.

Erwin memastikan, pemerintah tetap berkomitmen menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu. Selain itu juga mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel.

"Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk fokus mendukung upaya pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya dalam rangka menopang dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global," jelas Erwin.

Dukungan tersebut mencakup, antara lain, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24 persen dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,8 persen). Sementara itu jasa pendidikan (16,7 persen), konstruksi (14,2 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (10,4 persen).

"Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah," ujar Erwin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement