Kamis 13 Apr 2023 15:33 WIB

MVGX Sodorkan Perdagangan Karbon Berbasis Blockchain

Sistem pertukaran karbon berbasis blockchain akan dikembangkan di Indonesia.

Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam perdagangan karbon (Carbon Trading). ilustrasi
Foto: istimewa
Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam perdagangan karbon (Carbon Trading). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aspek Environmental, Social and Governance (ESG) semakin atraktif diimplementasikan oleh perusahaan untuk menciptakan dampak positif yang berkelanjutan kepada investor dan publik. Hal ini selaras dengan langkah

MetaVerse Green Exchange (MVGX) mengembangkan sistem pertukaran karbon berbasis blockchain yang rencananya akan dikembangkan di Pasar Indonesia yang telah dikembangkan di negara lain. Hal ini Guna mendukung target pemerintah dalam transisi energi di Indonesia dalam mengurangi emisi karbon, serta menjadi langkah pencapaian netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) Indonesia pada 2060,

Executive Chairman dan Co-Founder MVGX,  Bo Bai mengatakan, MVGX  membangun ekosistem sistem perdagangan karbon yang aman dan patuh di seluruh dunia untuk memberdayakan dan memungkinkan bisnis dan pemerintah mencapai tujuan keberlanjutan mereka.

Menurutnya, MVGX memanfaatkan teknologi blockchain yang menawarkan catatan kinerja semua proyek ramah lingkungan yang transparan dan tahan rusak yang terkait dengan kredit yang tercantum pada infrastruktur pertukarannya.

“Blockchain berpotensi digunakan di ekonomi hijau untuk mendorong bisnis keberlanjutan yang berbasis ESG. Blockchain memungkinkan investor untuk melacak dampak dari investasi mereka yang bermanfaat untuk lingkungan karena blockchain memudahkan perusahaan mengakses transparansi transaksi,” papar Bai dalam siaran pers Kamis (13/4/2023).

Perihal pengembangan bursa karbon, MVGX juga menjalin kemitraan dengan Oracle NetSuite untuk mengembangkan sistem keuangan perusahaan dan perencanaan sumber daya perusahaan (ERP/ Enterprise Resource Planning) karbon yang terintegrasi  yang memungkinkan lebih banyak akuntabilitas dalam keuangan hijau. “Sistem ini merupakan yang pertama kali tersedia di global,” kata Bai.

Dia menjelaskan penerapan Nationally Determined Contributions (NDCs) dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim itu menjalin komitmen global agar mengurangi emisi karbon di setiap negara. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui NDC untuk periode 2020-2030.

Bai menyebutkan blockchain dapat memisahkan kepemilikan karbon nasional dari kepemilikan komersial, yang sangat berguna mengingat banyak perusahaan dan organisasi sekarang ingin menjadi netral karbon. “Namun, ketika mereka membeli kredit karbon, mereka bertujuan untuk mendorong agenda keberlanjutan mereka daripada hanya sekedar pencapaian NDC,” paparnya.

Presiden MVGX dan mantan Penasihat Senior Bank of England serta mantan Ketua Bersama Kelompok Studi Keuangan Berkelanjutan G20, Michael Sheren, mengatakan, Indonesia sebagai negara untuk sepertiga dari hutan hujan dunia ini telah membuat langkah berarti dalam upaya mitigasi deforestasi.

BEI adalah Self-Regulatory Organization yang bertujuan untuk menjadi bursa yang kompetitif dilengkapi dengan kredibilitas kelas dunia yang menyandang gelar keanggotaan dengan World Federation of Exchanges and Sustainable Stock Exchanges. Sebagai salah satu bursa dengan pertumbuhan tercepat di benua ini, BEI memiliki lebih dari 800 perusahaan terdaftar di bursa dan total lebih dari 10 juta investor pasar modal.

BEI mempersiapkan aturan turunan mengenai pelaksanaan bursa karbon di Indonesia yang akan diumumkan lebih lanjut setelah regulasi dan mekanisme bursa karbon diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).

Hingga saat ini, Indonesia termasuk di antara 61 negara yang memiliki peraturan penetapan harga karbon dan telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 43% pada tahun 2030 dengan dukungan internasional, baik melalui pembiayaan maupun teknologi baru.  Indonesia berkomitmen untuk memangkas 10,37 juta ton karbon dioksida dari pembangkit energinya pada tahun 2021.

Baru-baru ini, OJK telah menyatakan persiapan regulasi dan mekanisme perdagangan karbon di BEI pada 2023. Perdagangan karbon adalah jual beli sertifikat pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim.

Penyelenggara bursa karbon haruslah bursa efek atau penyelenggara pasar yang telah mendapat izin usaha dari otoritas di sektor jasa keuangan. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement