REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan penyaluran gas bumi untuk sektor industri maufaktur dengan harga murah dinilai belum optimal. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) lantas mengusulkan kebijakan domestic market obligation (DMO) gas bumi untuk mengoptimalisasi penyerapan bagi sektor industri.
Penyaluran gas murah itu merupakan hasil dari kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dengan harga 6 dolar AS per million british thermal unit (mmbtu) untuk 267 industri tujuh sektor industri yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet. Kebijakan ini diterapkan sejak medio 2020.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, Kemenperin, Ignatius Warsito, menuturkan, dari hasil kajian bersama LPEM UI, penggunaan pasokan gas bumi dengan harga murah itu belum optimal.
"Oleh karena itu, ini yang kita rumuskan dalam suatu peraturan pemerintah ada besara DMO gas bumi untuk dalam negeri," kata Ignatius dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII, Selasa (11/4/2023).
Igantius menuturkan, industri keramik dan pupuk cukup mendominasi dalam penggunaan HGBT. Sementara sektor lainnya masih perlu dievaluasi karena utilitas pabrik belum optimal akibat dampak pandemi Covid-19.
Lebih detail, industri pupuk menggunakan HGBT sebanyak 858 billion barel thermal unit per day (bbtud). Kemudian keramik mencapai 130 bbtud. Adapun industri petrokimia hanya 94 bbtud, baja 76 bbtud, kaca 56 bbtud, oleokimia 40 bbtud, serta arung tangan karet 1,2 bbtud.
Selain itu, Ignatius menuturkan, juga terdapat pembatasan pasokan gas bumi di bawah volume kontrak yang dialami oleh beberapa perusahaan industri manufaktur. Selain itu, ada sekitar 100 industri lain yang membutuhkan HGBT seharga 6 dolar AS per mmbtu.