Kamis 23 Mar 2023 16:51 WIB

The Fed Naikkan Suku Bunga, Ekonom Proyeksi BI tidak Ikut-ikutan

The Fed didorong segera menghentikan siklus pengetatan moneter.

Calon Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberi salam kepada para anggota DPR saat Sidang Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Sidang Paripurna tersebut menyetujui Perry Warjiyo terpilih kembali menjadi Gubernur Bank Indonesia untuk periode 2023-2028.
Foto: Republika/Prayogi.
Calon Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberi salam kepada para anggota DPR saat Sidang Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Sidang Paripurna tersebut menyetujui Perry Warjiyo terpilih kembali menjadi Gubernur Bank Indonesia untuk periode 2023-2028.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memproyeksi Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen hingga sisa tahun 2023. BI disebut tidak akan ikut-ikutan bank sentral Amerika, The Federal Reserve yang baru saja menaikkan suku bunganya 0,25 persen.

"Secara keseluruhan, kami tetap memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen hingga sisa tahun 2023, dengan tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global ke depan yang masih penuh dengan ketidakpastian," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (23/3/2023).

Baca Juga

Menurut dia, berbagai kondisi terkini memberi ruang bagi BI untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen. Dari sisi eksternal, bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) memberi sinyal tidak akan mengubah terminal rate di 2023 yang berkisar lima sampai 5,25 persen di tengah peningkatan inflasi akibat pasar tenaga kerja yang mengetat.

"Artinya, suku bunga acuan Fed Funds Rate saat ini yang sebesar lima persen sudah mendekati puncak," kata Faisal.

The Fed juga mengakui perkembangan ekonomi AS baru-baru ini, yakni terkait dengan kegagalan Silvergate Bank, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank, membuatnya perlu menyeimbangkan perang melawan inflasi dengan risiko krisis perbankan.

"Namun, konsensus pasar memperkirakan bahwa The Fed harus segera menghentikan siklus pengetatan moneter dan mengubah kebijakan untuk memangkas suku bunga untuk mendukung stabilitas keuangan setelah runtuhnya tiga bank regional AS dan pengambilalihan Credit Sussie," katanya.

Dari sisi domestik, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2023 tetap mencatat surplus 5,48 miliar dolar AS di tengah ancaman perlambatan ekonomi global sehingga cadangan devisa terus meningkat menjadi 140,3 miliar dolar AS.

Inflasi juga berada dalam tren menurun. Pada Februari 2023 inflasi tercatat sebesar 5,47 persen secara tahunan atau turun dari 5,95 persen secara tahunan pada September 2022 saat pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi.

"Kondisi tersebut mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan menekan risiko inflasi impor. Oleh karena itu, kami melihat bahwa ruang untuk menaikkan suku bunga acuan BI tahun ini akan sangat terbatas," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement