REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Bank Dunia Wael Mansour menyebutkan global saat ini sedang mengalami polycrisis atau krisis simultan. Pasalnya, dunia kini berada dalam volatilitas dengan kombinasi krisis.
"Istilah polycrisis sebenarnya adalah gambaran dimana kita berada saat ini," ujar Mansour dalam acara Indonesia Leading Economic Forum 2023 di Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Maka dari itu, dirinya saat ini belum bisa merasa optimistis atau positif meskipun terdapat beberapa negara di dunia yang sudah mengalami peningkatan perekonomian.
Mansour membeberkan terdapat tiga poin yang menjadi ciri dunia saat ini. Pertama, yakni kendala atau peristiwa geopolitik benar-benar dapat mengubah banyak hal.
Bank Dunia telah melihat invasi Rusia ke Ukraina yang memicu resesi secara global, hingga beberapa ketegangan dari Timur Tengah yang dapat mengubah dinamika dan bidang lainnya.
"Sungguh, ada kendala geopolitik yang bisa menjadi ciri volatilitas ini," tuturnya.
Ciri kedua, lanjut dia, yaitu dunia terus hidup dalam lingkungan harga komoditas yang tinggi. Meski baru-baru ini beberapa harga komoditas seperti minyak, batu bara, dan sebagainya telah menurun, tetapi harganya tetap tinggi secara historis.
Adapun Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) benar-benar memangkas produksi atau tidak meningkatkan produksi untuk mempertahankan sebagian dari harga komoditas yang tinggi tersebut.
Kemudian poin yang menjadi ciri ketiga yakni dunia kini hidup di lingkungan dengan biaya pinjaman yang tinggi. Mansour mengungkapkan hal tersebut karena terdapat lebih banyak pengetatan kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat, The Fed, sehingga era dana murah dan tersedia sudah tidak ada lagi.
"Jadi kita benar-benar hidup di lingkungan global yang tidak pasti dan volatil," tegas Mansour.