REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian menyampaikan, digitalisasi merupakan kunci bagi industri makanan dan minuman (mamin) dapat menerapkan prinsip keberlanjutan yang sejalan dengan cita-cita penerapan industri 4.0.
"Sustainability, transparency, and convenience merupakan tantangan yang saat ini dihadapi oleh industri mamin, selain kepatuhan terhadap standar yang berlaku, seperti SNI, sertifikat halal, maupun standar lainnya yang ditetapkan oleh BPOM," ungkap Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika lewat keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/2/2023).
Di industri makanan dan minuman konsumen dinilai tidak hanya menginginkan produk yang sehat, tetapi juga menaruh perhatian pada keberlanjutan maupun transparansi dari suatu produk. Dengan transformasi digital, perusahaan industri akan mampu memprediksi perilaku konsumen, sehingga mendukung daya saing produk-produk yang dihasilkan.
Menurut Putu, industri mamin dapat memenuhi kriteria sustainability melalui penggunaan kemasan yang ramah lingkungan dan sumber bahan baku yang berkelanjutan. Bentuk lain dari upaya ini adalah dengan pendirian industri daur ulang kemasan oleh produsen mamin. Putu mengatakan, hal ini merupakan inisiatif yang patut diapresiasi.
Selanjutnya, transparansi perlu terus ditingkatkan oleh para pelaku industri, misalnya mengenai bahan baku, takaran, maupun proses produksi. Transparansi dapat diwujudkan melalui penyampaian informasi tersebut secara detail. Hal ini bisa didukung oleh platform digital.
"Sedangkan untuk kenyamanan atau convenience bagi konsumen, produsen mamin dapat memberikan berbagai pilihan dalam mendapatkan produk-produk sesuai keinginan, seperti pakai, pilihan pemesanan dan pengiriman online," kata Putu menjelaskan.