Ahad 19 Feb 2023 12:35 WIB

Kementan Jelaskan Penyebab Petani Milenial Macet Bayar KUR

Kelemahan petani milenial ialah minim pengalaman mengelola bisnis.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Petani milenial dibantu pegawai memanen sayuran hidroponik di Dewa Ponik, Yogyakarta, Rabu (2/11/2022). Kelemahan petani milenial ialah minim pengalaman mengelola bisnis.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petani milenial dibantu pegawai memanen sayuran hidroponik di Dewa Ponik, Yogyakarta, Rabu (2/11/2022). Kelemahan petani milenial ialah minim pengalaman mengelola bisnis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini viral para petani milenial di Jawa Barat terlilit utang lantaran macet membayar Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kementerian Pertanian (Kementan) pun menjelaskan, masih terdapat kelemahan pada petani milenial dalam menjalankan usaha dengan fasilitas kredit.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan, salah satu kelemahan dimiliki petani milenial yakni soal pengalaman dalam mengelola bisnis. Karena itu, kata Dedi, pendampingan bagi para petani harus lebih intens.

Baca Juga

"Namanya juga milenial, pengalaman belum terlalu banyak, kebanyakan mereka itu awal-awal mencoba. Tapi saya sering sampaikan ke anak-anak sekarang itu bukan trial and error, tapi trial and success," kata Dedi di sela Pelatihan Teknis Penguatan Kelembagaan Petani bagi Petani Milenial di Bogor, akhir pekan ini.

Kendati demikian, Dedi mengatakan, tingkat kredit macet KUR sektor pertanian tahun 2022 tergolong kecil, yakni hanya 0,03 persen. Ia memastikan, dibandingkan dengan yang macet, lebih banyak petani milenial yang berhasil mengelola kredit dengan baik sehingga tidak mengalami kemacetan membayar KUR.

Meski kredit macet tergolong kecil, Dedi menyampaikan Kementan akan terus melakukan pelatihan. Para petani harus dibekali manajemen pengelolaan usaha sekaligus teknik budidaya yang efisien dan menguntungkan. Salah satunya dengan sistem smart farming.

"Jika mereka menguasai smart farming, produktivitas akan tinggi. Amunisi ini harus kita sampaikan terus ke anak-anak agar mereka bisa lebih mandiri," ujar dia.

Lebih lanjut, Dedi berharap para petani muda yang mendapatkan pelatihan langsung oleh Kementan nantinya dapat sukses menjalankan usaha. Pasalnya, regenerasi petani kian mendesak karena generasi tua telah mendominasi profesi petani.

Dedi menyampaikan, sekitar 70 persen petani yang dimiliki Indonesia saat ini memasuki usia 40 tahun hingga 45 tahun. Menurutnya, usia tersebut masih cukup produktif. Namun, dalam jangka waktu 10 tahun ke depan produktivitas dipastikan bakal turun sehingga diperlukan regenerasi sedini mungkin.

Adapun saat ini Kementan mencatat sedikitnya sudah terdapat 125.637 petani milenial di Indonesia yang terdata langsung oleh Kementan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement