Rabu 15 Feb 2023 07:20 WIB

Ini Potensi Penghematan Subsidi BBM

Indonesia bisa menghemat Rp 18,8 triliun hingga Rp 23,5 triliun untuk JBKP Pertalite

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Gita Amanda
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta, (ilustrasi). Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan potensi yang bisa dicapai jika Indonesia menghemat subsidi BBM.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta, (ilustrasi). Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan potensi yang bisa dicapai jika Indonesia menghemat subsidi BBM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan potensi yang bisa dicapai jika Indonesia menghemat subsidi BBM. Hal tersebut mengacu kepada revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM yang akan selesai dan diterapkan tahun ini.

“Kita bisa menghemat Rp 18,8 triliun hingga Rp 23,5 triliun untuk JBKP Pertalite. Sementara untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar sebesar Rp 6 triliun hingga Rp 7 triliun,” kata Anggota Komite BPH Migas, Abdul Halim dalam webinar Indef, Selasa (14/2/2023) lalu.

Baca Juga

Hanya saja, Abdul menilai revisi aturan terkait penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran cenderung sulit terlaksana pada tahun politik. Hal itu termasuk pada saat tahun pemilu dan pemilihan presiden pada 2024.

Meskipun begitu, Abdul memastikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini sedang mengajukan revisi lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tersebut. “Revisi ini diharapkan berpengaruh terhada penyaluran BBM bersubsidi yang lebih tepat sasaran,” tutur Abdul.

Dia menjelaskan, revisi tersebut diajukan karena saat ini belum adanya aturan komprehensif yang mengatur jenis pengguna dari subsidi jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Hal itu menyebabkan program subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah tidak tepat sasaran dan lebih banyak digunakan oleh masyarakat mampu.

Abdul menambahkan, terdapat dua skenario yang direvisi. Pertama yaitu pengguna dari subsidi JBT solar adalah kendaraan perorangan dengan plat hitam yang masuk ke kategori pikap empat roda yang digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang yang menyangkut kebutuhan pokok, kecuali jenis kabin ganda (double cabin).

“Kalau di tahun sebelumnya, mobil pikap untuk mengangkut batubara masih diberikan subsidi, kalau sekarang dikhususkan untuk pengangkut kebutuhan pokok,” ucap Abdul.

Lalu kedua yaitu subsidi JBKP pertalite diberikan kepada motor dengan cubicle centimeter (cc) di bawah 150 cc. Sedangkan terdapat dua skenario untuk mobil yakni seluruh mobil dengan plat hitam atau mobil dengan maksimum 1400 cc akan dilarang.

“Revisi ini akan diajukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan momentum yang tepat,” jelas Abdul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement