Ahad 12 Feb 2023 16:59 WIB

Tekan Impor, Pertamina akan Kembangkan Bensin Campur Metanol

PT Pertamina (Persero) akan mengembangkan produk campuran bensin dengan metanol.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Petugas melayani warga mengisi BBM di salah satu SPBU di kawasan Senen, Jakarta, Selasa (3/1/2023). PT Pertamina (Persero) akan mengembangkan produk campuran bensin dengan metanol.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas melayani warga mengisi BBM di salah satu SPBU di kawasan Senen, Jakarta, Selasa (3/1/2023). PT Pertamina (Persero) akan mengembangkan produk campuran bensin dengan metanol.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) akan mengembangkan produk campuran bensin dengan metanol. Hal ini menyusul keberhasilan sebelumnya dengan produk biodiesel atau campuran BBM solar dan minyak nabati. Ini juga merupakan upaya Pertamina untuk mengurangi emisi karbon.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, dengan tantangan natural decline dari sumur minyak yang ada di Indonesia saat ini memaksa negara harus mengimpor minyak mentah. Namun, kata Nicke, untuk memangkas impor ini pihaknya telah menyiapkan sejumlah rencana.

Baca Juga

Nicke mengatakan, salah satu strategi memangkas impor bensin adalah dengan mencampurnya dengan metanol. Metanol bisa berasal dari batu bara, gas alam, maupun tebu dan jagung.

“Karena itu, kita juga akan memulai program gasoline ini dicampur dengan metanol. Metanol itu bisa dari batu bara, bisa dari gas alam. Dua-duanya kita punya banyak. Begitu juga tebu dan jagung,” ujar Nicke dalam acara National Energy, Climate, Sustainability Competition (NECSC) 2023, Ahad (12/2/2023).

Nicke mengatakan, campuran metanol ini akan dimulai dengan porsi 20 persen. Sehingga, 20 persen impor bensin bisa dipangkas.

Dia mengatakan, pemanfaatan campuran metanol ini targetnya kemandirian energi. Nicke juga menjelaskan, dalam upaya memangkas impor, Pertamina memanfaatkan CPO sebagai campuran solar.

Selanjutnya, Indonesia sudah tidak mengimpor solar sejak 2019. Saat ini, campuran CPO pada solar sudah mencapai 35 persen.

“Mulai 2019, Indonesia tidak lagi impor solar karena waktu itu pada 2019, sebanyak 30 persen kebutuhan solar sudah digantikan dengan berbahan CPO. Kita sekarang tambah lagi (campuran) menjadi 35 persen,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement