REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) saat ini meluncurkan kebijakan friendshoring yang salah satu kebijakannya yakni penangan inflasi melalui Inflation Reduction Act (IRA). Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini mengungkapkan, untuk memanfaatkan kebijakan tersebut maka Indonesia perlu memaksimalkan hilirisasi.
"Kita perlu lebih berupaya untuk menghilirisasi sumber daya karena kita memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah," kata Eisha dalam webinar Indef, Rabu (8/2/2023).
IRA merupakan paket perlindungan iklim dan paket sosial senilai 430 miliar dolar AS yang diloloskan Kongres Amerika Serikat pada Agustus 2022. Paket tersebut ditujukan untuk membantu mengatasi inflasi dan mengurangi harga energi serta mengatasi perubahan iklim.
Paket tersebut menawarkan diskon pajak besar-besaran pada perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat yang mau berinvestasi di bidang energi bersih. Selain itu juga memberikan subsidi pada kendaraan listrik buatan dalam negeri, baterai, dan proyek-proyek energi terbarukan lainnya.
Sementara menurut Eisha, ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditas. Sementara mitra AS lainnya yakni Thailand dan Vietnam lebih banyak mengekspor produk listrik seperti komputer, telepon, dan mesin kantor.
Eisha menyebut ekspor Indonesia ke AS masih lebih banyak produk-produk bahan baku. Eisha menyebut banyak jenis produk baru yang perlu dieksplorasi.
"Kita memiliki electronic integrated circuit semiconductors yang merupakan bagian dari kendaraan bermotor dan juga mobil. Ini potensi pertumbuhan Indonesia dengan peluang keuntungan yang bisa kita dorong diproduksi lebih banyak di Indonesia," ungkap Eisha.
Dia menilai, hilirisasi memiliki banyak peluang untuk Indonesia. Eisha mengatakan semakin Indonesia bisa menghasilkan produk lebih kompleks maka akan meningkatan pendapatan.