REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menyebutkan, otoritas berencana menerbitkan 224 Peraturan OJK (POJK). Aturan itu sebagai turunan dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
"Jadi memang di P2SK itu ada cukup banyak kewenangan-kewenangan tambahan dan juga pengaturan baru yang harus dilakukan. Singkatnya, dari hasil identifikasi ada 224 POJK harus dibuat dan 43 Peraturan Pemerintah," ujar Mirza dalam konferensi pers virtual, Senin (6/2/2023).
Kini, kata dia, OJK tengah melakukan pemetaan dan diskusi, agar POJK tersebut bisa dibuat dengan metode penggabungan semacam mini omnibus. Alasannya, sambung Mirza, jika peraturannya dibuat satu persatu akan memakan waktu panjang.
"Kalau bisa dibuat metode mini omnibus. Jadi satu POJK bisa memuat beberapa peraturan," tuturnya.
Otoritas, sambung dia, bakal melihat prioritas POJK mana yang harus dibuat dahulu. Misalnya, mana yang harus dibuat dalam waktu enam bulan, lalu mana yang dapat dibuat, satu atau dua tahun lagi.
OJK menyatakan, UU P2SK juga dilakukan melalui penataan landscape sektor keuangan. Tujuannya mendorong perkembangan sektor jasa keuangan syariah, terutama terkait pelaksanaan spin off Unit Usaha Syariah yang dikaitkan dengan program konsolidasi serta skala ekonomi dan kapasitas individu lembaga jasa keuangan.
Lalu terkait implementasi Program Penjaminan Polis pada 2028, OJK berkoordinasi dengan asosiasi industri guna mempersiapkan agar perusahaan asuransi dapat memenuhi persyaratan kepesertaan Program Penjaminan Polis dengan terus melakukan upaya penyehatan industri asuransi. Ia menegaskan, otoritas akan meningkatkan upaya perlindungan konsumen keuangan dan masyarakat melalui penguatan pengawasan market conduct dengan menyempurnakan kerangka pengawasan sesuai standar dan best practice internasional.