REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- PT Pupuk Indonesia (Persero) menyiapkan stok pupuk bersubsidi di penjualan wilayah Indonesia bagian Timur sebesar 310.822 ton per Januari 2023.
Senior Vice President Public Service Obligation (SVP PSO) Wilayah Timur Pupuk Indonesia, Muhammad Yusri melalui keterangannya diterima di Makassar, Sabtu mengatakan jumlah itu diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan pupuk subsidi petani dari Jawa Timur hingga Papua.
"Adapun stok terdiri dari pupuk urea sebesar 158.487 ton dan NPK sebesar 152.335 ton atau secara keseluruhan stok ini setara 217 persen dari ketentuan stok minimum sebesar 143.320 ton," ujarnya.
Muhammad Yusri, mengungkapkan stok pupuk bersubsidi tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan petani selama beberapa pekan ke depan.
Hal ini sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 04 tahun 2023 yang sebelumnya diatur oleh Permendag Nomor 15 Tahun 2013.
"Stok pupuk urea yang mencapai 158.487 ton ini setara dengan 187 persen terhadap ketentuan stok minimum (84.415 ton) yang diatur oleh pemerintah, sementara stok pupuk NPK yang sebesar 152.335 ton ini setara 258 persen dari ketentuan stok (58.904 ton)," katanya.
Yusri menerangkan stok pupuk urea dan NPK tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan petani selama beberapa pekan ke depan.
Ia menyatakan stok pupuk bersubsidi di penjualan wilayah ini akan memenuhi di 19 provinsi mulai dari penjualan wilayah 4 atau Jawa Timur sebesar 127.831 ton, yang terdiri dari 63.381 ton urea dan 64.450 ton NPK.
Selanjutnya untuk penjualan wilayah 5 sebesar 92.967 ton yang terdiri dari 41.323 ton urea dan 51.645 ton NPK.
Adapun stok ini tersebar di Bali sebesar 9.107 ton yang terdiri dari 4.951 ton urea dan 4.156 ton NPK, Nusa Tenggara Timur (NTT) 10.837 ton yang terdiri dari 5.069 ton urea dan 5.768 ton NPK, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 24.105 ton yang terdiri 12.291 ton urea dan 11.813 ton NPK.
Di Kalimantan Barat sebesar 9.509 ton yang terdiri dari 4.300 ton urea dan 5.209 ton NPK, Kalimantan Tengah sebesar 22.298 ton yang terdiri dari 6.812 ton urea, 15.486 ton NPK.
Kemudian di Kalimantan Selatan sebesar 7.396 ton yang terdiri dari 3.931 ton urea dan 3.464 ton NPK, Kalimantan Timur sebesar 7.970 ton yang terdiri dari 3.270 ton urea dan 4.700 ton NPK, Kalimantan Utara sebesar 1.746 ton yang terdiri dari 697 ton urea dan 1.048 ton NPK.
Sementara penjualan wilayah 6 sebesar 90.023 ton yang terdiri dari 53.784 ton urea dan 36.240 NPK. Adapun wilayah penyebarannya adalah Sulawesi Utara sebesar 6.769 ton yang terdiri 4.290 ton urea dan 2.478 ton NPK.
Di Gorontalo sebesar 8.019 ton yang terdiri dari 4.268 ton urea dan 3.751 ton NPK, Sulawesi Tengah sebesar 12.030 ton yang terdiri dari 8.400 ton urea dan 3.630 ton NPK, Sulawesi Tenggara sebesar 8.150 ton yang terdiri dari 5.006 ton urea dan 3.144 ton NPK.
Selanjutnya Sulawesi Selatan sebesar 39.880 ton yang terdiri dari 23.706 ton urea dan 16.174 ton NPK, Sulawesi Barat sebesar 5.767 ton yang terdiri dari 2.566 ton dan 3.3200 ton NPK, Maluku sebesar 1.458 ton yang terdiri dari 831 ton urea dan 626 ton NPK.
Kemudian Papua sebesar 5.600 ton yang terdiri dari 3.483 ton urea dan 2.117 ton NPK, Maluku Utara sebesar 1.130 ton yang terdiri dari 506 ton urea dan 625 ton NPK, Papua Barat sebesar 1.221 ton yang terdiri dari 727 ton urea dan 494 ton NPK.
Lebih lanjut, Yusri mengungkapkan seluruh stok pupuk bersubsidi di penjualan wilayah Indonesia bagian Timur ini akan didistribusikan atau disalurkan kepada petani yang telah memenuhi syarat dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 tahun 2022.
Petani yang berhak berdasarkan aturan tersebut adalah petani yang berhak mendapatkan yaitu wajib tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan), menggarap lahan maksimal dua hektare, dan menggunakan Kartu Tani (untuk wilayah tertentu).
Permentan Nomor 10 Tahun 2022 juga hanya memberikan alokasi kepada 9 komoditas saja dari yang sebelumnya sekitar puluhan komoditas. Adapun, komoditas yang mendapat pupuk bersubsidi adalah padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao, dan kopi.
Kesembilan komoditas ini merupakan pertanian strategis yang berdampak terhadap inflasi sehingga komoditi yang lain tidak lagi mendapat alokasi.