Jumat 27 Jan 2023 04:45 WIB

Ada Tekanan Suku Bunga, Pemerintah Dorong Masuknya Investasi Asing

Pemerintah kini tak mengejar investasi per proyek tapi pengembangan ekosistem.

Presiden Joko Widodo (kanan) menyimak penjelasan tentang proses pembuatan baterai sel saat meresmikan peletakan batu pertama (groundbreaking) yang menandai pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/9/2021) (ilustrasi). Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Septian Hario Seto mengatakan pemerintah tengah terus mendorong masuknya investasi langsung asing (foreign direct investment/ FDI) menyusul tekanan suku bunga yang dinilai menahan investor domestik.
Foto: ANTARA/Biro Pers Media Setpres
Presiden Joko Widodo (kanan) menyimak penjelasan tentang proses pembuatan baterai sel saat meresmikan peletakan batu pertama (groundbreaking) yang menandai pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/9/2021) (ilustrasi). Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Septian Hario Seto mengatakan pemerintah tengah terus mendorong masuknya investasi langsung asing (foreign direct investment/ FDI) menyusul tekanan suku bunga yang dinilai menahan investor domestik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Septian Hario Seto mengatakan pemerintah tengah terus mendorong masuknya investasi langsung asing (foreign direct investment/ FDI) menyusul tekanan suku bunga yang dinilai menahan investor domestik.

"Investasi ini penting. Dari segi domestik, tekanan suku bunga akan berpengaruh negatif, jadi kita sedang mendorong investasi dari sisi FDI," kata Seto dalam BRI Micro Finance Outlook 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Baca Juga

Seto menjelaskan, pemerintah mencatat ada hampir 30 miliar dolar AS investasi tengah dalam persiapan (pipeline) untuk segera dieksekusi dalam dua hingga tiga tahun ke depan. "Pipeline ini bukan berarti masih perencanaan tapi mereka sudah tahap konstruksi, sudah tahap apply (mengajukan) izin dan insentif. Jadi saya kira ini tinggal usaha pemerintah untuk mempercepat realisasi FDI ini," kata dia.

Seto menjelaskan, pemerintah kini punya strategi agar tidak lagi mengejar satu proyek investasi dengan proyek investasi lainnya. Pemerintah kini membidik pengembangan ekosistem yang menyeluruh agar dampak pertumbuhan ekonomi di daerah lokasi investasi lebih signifikan.

"Jadi kamj tidak lagi project by project hanya untuk smelter,atau hanya untuk baterai, tapi kita buat ini sebagai satu ekosistem. Jadi dari pertambangannya, kawasan industri untuk pengolahan nikel, lalu baterai material, mobil listriknya, sehingga ini jadi satu ekosistem yang sangat baik," kata dia.

Secara jangka panjang, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, pasar yang besar dan potensi energi baru dan terbarukan yang tersedia, Seto mengatakan, faktor-faktor tersebut akan sangat menarik bagi investor untuk bisa masuk ke Indonesia. Namun, ia menekankan, semua potensi itu harus dikelola secara baik agar daya saing produk yang dihasilkan Indonesia tetap tinggi di pasar global.

Seto menyebut strategi utama yang akan dilakukan pemerintah yakni dengan mengelola sumber daya alam mineral seperti nikel, timah, bauksit dan tembaga, dengan memanfaatkan potensi energi baru dan terbarukan. Indonesia punya nikel terbesar dunia, timah nomor dua, bauksit nomor enam, tembaga nomor tujuh.

Itu semua bisa diolah menggunakan energi baru terbarukan yang Indonesia miliki sehingga daya hasil dari produk mineral ini memiliki karbon emisi yang rendah. "Dengan begitu, daya saingnya di pasar global akan semakin tinggi," kata Seto.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement