REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakan tantangan besar industri farmasi pascapandemi Covid-19. Pria kelahiran Padang itu menyebut pengembangan bisnis sektor farmasi berbeda dengan ragam industri lain.
"Industri farmasi ini unik, untuk satu produk butuh pengembangan yang lama dan ada potensi gagal," ujar Honesti saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Sebelum pandemi, ucap Honesti, pengembangan produk vaksin memerlukan waktu sekitar tujuh tahun hingga 10 tahun. Tak hanya butuh waktu lama, tapi juga memerlukan nilai investasi yang sangat besar.
"Sebagai gambaran, vaksin IndoVac yang kami kembangkan dari hulu ke hilir itu menghabiskan hampir Rp 500 miliar dan alhamdulillah berhasil. Kalau seandainya tidak berhasil, jadi sunk cost. Ini persoalan kami yang mana harus pintar-pintar menyiasati dalam pengembangan produk," lanjut dia.
Untuk itu, ucap Honesti, holding farmasi terus berinisiatif menggandeng mitra strategis dalam pengembangan produk. Honesti menyebut model kerja sama ini memiliki banyak keunggulan, baik dari akses pembiayaan hingga adanya transfer teknologi.
"Alhamdulillah pemerintah sudah mengeluarkan regulasi yang mana lokalisasi terhadap produk kesehatan adalah syarat mutlak di Indonesia," sambung Honesti.
Honesti menyampaikan peningkatan kerja sama menjadi salah satu fokus holding pada tahun ini. Dia menilai model kerja sama mampu meningkatkan ekosistem kesehatan dan juga menekan importasi kesehatan yang mencapai 90 persen.
Honesti mengatakan kualitas produk Bio Farma sendiri sudah mendapat pengakuan di dunia internasional. Ia menyebut Bio Farma saat ini masuk dalam lima besar perusahaan farmasi dunia dengan kapasitas produksi hingga 3 miliar dosis per tahun. Angka ini hanya kalah dibandingkan India dan menempati posisi pertama di Asia Tenggara.
"Contohnya, vaksin polio dunia itu 70 persen dari Bio Farma dengan TKDN sangat tinggi dan sudah digunakan di seluruh dunia," kata Honesti.