REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki tahun politik, Indonesia perlu mewaspadai oligarki ekonomi. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri menilai, oligarki pada tahun politik 2023-2024 akan semakin bekerja sebagai sebuah sistem.
"Saya akan perlihatkan buktinya karena sebetulnya, oligarki perjalanannya sudah panjang," kata Didin dalam diskusi daring Indef Catatan Awal Ekonomi 2023, Kamis (5/1/2023).
Didin menjelaskan, oligarki ekonomi ini akan makin mengendalikan politik. Hal tersebut terlihat dari koalisi gemuk yang terjadi di DPR dan ini tidak terlepas dari bekerjanya sistem Oligarki.
"Ini mematikan proses check and balance sehingga kontrol DPR mendekati zero," ucap Didin.
Hal tersebut menurutnya terbukti dari sejumlah Undang-undang yang cepat disahkan di luar prosedur. Beberapa diantaranya yakni UU Minerba, KPK, Cipta Kerja, MK, Ibu Kota Negara (IKN) baru, Hukum Pidana, dan terakhir Perpu Ciptaker.
"Menurut saya lahirnya regulasi ini sebagai bukti bekerjanya fenomena oligarki karena proses legislasi mengabaikan lembaga hukum dan partisipasi publik yang diminta UU sendiri," jelas Didin.
Gejala lainnya, lanjut dia, yakni kasus korupsi minyak goreng. Didin menyebut, sebelum kasus diputus saat ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah menetapkan satu bukti namun Bareskrim mengatakan tidak ada gejala mafia.
"Begitu KPPU menyebut ada kartel dan itu gejala oligarki, kemudian Kejaksaan Agung menetapkan tersangka dan diputuskan sekarang ini," katanya.
Padahal, tambahnya, KPPU kalau saja bukti yang kedua ditemukan maka pelaku utama bisa diproses secara hukum. Bareskrim mengatakan saat itu akan menindaklanjutinya. Menurutnya, ini suatu gejala fenomena oligarki.