REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar modal Indonesia dinilai memiliki ketahanan yang kuat saat pasar di negara maju terutama Zona Eropa mengalami tekanan. Hal tersebut terlihat dari kinerja bursa saham di akhir periode 2022.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar yang mengutip pemberitaan media ekonomi internasional menjabarkan kondisi pasar Eropa dipengujung tahun lalu. Mahendra mengatakan pasar Eropa mengalami penurunan tajam.
Menurutnya, pasar Eropa turun disebabkan kondisi brutal akibat perang di Ukraina, inflasi yang tinggi dan kebijakan menoter yang ketat. STOXX Europe 600 Index terpangkas hingga 12 persen, terburuk sejak 2018 dan lebih buruk dari saat pandemi 2020-2021.
Tekanan terhadap ekonomi dan pasar saham Eropa diperkirakan akan terus berlanjut pada 2023. Bank sentral Eropa masih akan terus menaikkan suku bunga untuk menekan laju inflasi.
Sementara bank sentral Inggris sudah mengatakan ekonomi Inggris akan masuk dalam resesi yang berkepanjangan. Dalam konteks ini, menurut Mahendra, Indonesia patut bersyukur.
Di tengah gejolak dan ketidakpastian Eropa dan banyak negara secara global, kinerja perekonomian Indonesia yang juga tercermin dari kinerja pasar modal sepanjang 2022 justru bertahan dan cenderung menunjukkan kinerja yang sangat positif.
"Bahkan kinerja pasar Indoneska terbaik dibandingkan negara-negara di Asean dan Asia secara umum, tercermin dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup meningkat 4 persen dibanding tahun lalu," jelas Mahendra dalam Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2023 di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Aktivitas perdagangan juga mengalami kenaikan signifikan. Frekuensi transaksi harian mencapai 1,31 juta kali terbesar di Asean, kapitalisais pasar tertinggi mencapai Rp 1.500 trilium atau 600 miliar dolar AS yang sebanding dengan 50 persen PDB Indonesia.
Kepercayaan terhadap pasar modal Indonesia juga tergambar melalui pencatatan saham perdana 59 perusahaan. Selain itu, jumlah investor juga naik menjadi 10,3 juta atau 10 kali lipat meningkat dalam lima tahun terakhir yang didominasi investor domestik.
Ke depan, lanjut Mahendra, seluruh pemangku kepentingan harus memprioritaskan peningkatakan, integritas, akuntabilitas dan kredibilitas untuk semakin memperkuat ketahanan pasar modal.
"Dengan begitu kita mampu mengisi gelas kosong dari populasi Indonesia. Karena sebenarnya jumlah investor 10,3 juta baru setara 4 persen dari populasi nasional, dan market cap yang 50 persen itu masih jauh tertinggal dari negara di Asean lain yang sudah mencapai lebih dari 100 persen," tutup Mahendra.