Kamis 22 Dec 2022 09:17 WIB

Kebijakan Zero ODOL akan Naikkan Ongkos Transportasi Barang

Harus ada perhitungan dampak dan risiko secara menyeluruh terhadap perekonomian. 

Sejumlah truk melintasi ruas Tol Jagorawi di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (ilustrasi)
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah truk melintasi ruas Tol Jagorawi di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan diminta berhati-hati menerapkan kebijakan zero ODOL (Over Dimension Over Load) pada awal 2023. Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Gerindra, Sudewo, mengingatkan banyak dampak yang akan ditimbulkan  dari kebijakan pembatasan tersebut.

Sudewo mengatakan Komisi V sudah berkali-kali melakukan rapat dengan Kemenhub terutama Dirjen Perhubungan Darat untuk membahas kebijakan Zero ODOL. Kemenhub bertekad bulat untuk mulai menjalankan zero ODOL awal tahun depan. 

"Tapi, kalau kita lihat bagaimana kesiapannya dan bagaimana menghadapi dan mengantisipasi dampak risiko dari Zero ODOL ini, pemerintah nampaknya belum siap,” ujarnya. 

Dia mengakui kendaraan ODOL berdampak terhadap banyak hal, misalnya kerusakan jalan dan menjadi faktor penyebab kemacetan lalu lintas serta kecelakaan lalu lintas. Tetapi bila ditertibkan secara sporadis, maka harus ada perhitungan dampak dan risiko secara menyeluruh terhadap perekonomian. 

“Namun, sayang sekali Kementerian Perhubungan maupun Kementerian Perindustrian tidak melakukan survei yang mendetail terhadap apa yang kiranya terjadi apabila zero ODOL ini dilaksanakan,” katanya.

Kementerian Perindustrian, ujar Sudewo, lebih maju karena bisa menyajikan data kemungkinan terjadinya inflasi sebesar 1,2 persen sampai 1,5 persen. Meskipun menurutnya survei ini pun belum begitu detail. Sedangkan Kemenhub belum melakukan survei mendetail dampak zero ODOL bila diterapkan 2023. 

“Saya, sependapat sekali dengan beberapa pakar bahwa dengan dilaksanakannya zero ODOL, kita harus menghitung ulang berapa ongkos transportasi, berapa ongkos logistik yang harus kita keluarkan dan itu menjadi penting untuk mengambil kebijakan,” ucapnya. 

Hal lain yang juga harus dilihat menurut Sudewo adalah berapa kendaraan yang bertambah serta kapasitas jalan yang ada sekarang ini. Kemudian bila zero ODOL diberlakukan apakah jalan yang sudah eksisting baik jalan nasional, provinsi atau  kabupaten, mampu menampung bertambahnya jumlah kendaraan. “Kalau tidak, ini juga akan menimbulkan persoalan baru yang akan memaksa pemerintah untuk memperlebar jalan dengan konstruksi yang sesuai dengan spesifikasi angkutan barang," ucapnya.

Hal lainnya yang perlu dihitung adalah ongkos transportasi distribusi barang. Sudewo mengingatkan ongkos transportasi bakal mengalami kenaikan. Dia mencontohkan ongkos dari Jakarta ke Semarang dengan angkutan yang sekarang senilai Rp 10 juta. Bila zero ODOL diberlakukan maka ada kenaikan ongkos sebesar Rp 3 juta. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement