REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengimbau kepada seluruh pemangku kepentingan pertanian, termasuk para penyuluh dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) agar tidak melakukan impor. Terutama pada komoditas yang dapat ditanam di Indonesia.
"Saya harap semua yang hadir, penyuluh, HKTI, dan semuanya tidak usah impor kalau bisa tanam (di Indonesia). Kalau buah kecut-kecut (rasanya) tinggal kita perbaiki," ujar Syahrul dalam Harmonisasi dan Apresiasi SDM Pertanian 2022 di Bogor, Kamis (15/12).
Dia berharap Kementerian Pertanian dan seluruh yang terlibat dengan sektor pertanian bisa merapatkan barisan dan bersemangat demi bangsa dan negara. "Siapa yang mau membela kalau bukan kita, jangan tunggu menteri atau presiden. Bela negaramu, bela bangsamu, bela petani, kasih kesejahteraan ke petani," tegasnya.
Berikutnya, kata dia, kemampuan manajamen pertanian perlu dihadirkan. Lalu harus ada kreativitas dan terobosan.
"Saya mau petani punya pendapatan Rp 100 juta sampai Rp 200 juta per bulan. Tadi saya lewat petani muda pendapatannya sudah Rp 20 juta, itu belum cukup buat saya. Saya ingin petani muda punya pendapatan Rp 100 juta sampai Rp 200 juta, biar bisa stimulan yang lain," tutur Syahrul.
Ia mengimbau, para insan pertanian juga mampu berkomunikasi secara harmoni. Dirinya menjelaskan, harmoni berarti saling menghargai, tidak saling menjatuhkan, serta saling membantu.
Pada kesempatan itu, Syahrul menyatakan pula, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu masalah pada sektor pertanian saat ini. Padahal, menurutnya pertanian dapat mengokohkan bangsa.
"Pertanian modal besar yang dikasih Tuhan, luar biasa air turun semua, jenisnya ada. Lalu alamnya oke, orang banyak, yang bersoal SDM-nya mana?" Jelas dia.
Ia melanjutkan, untuk menghadirkan pertanian yang lebih bagus serta bisa berkontribusi maksimal, diperlukan SDM pertanian yang kuat. Apalagi Indonesia akan merasakan bonus demografi, sehingga penduduk mudanya akan lebih banyak.
"Petani kita sekarang berdasarkan data, sebanyak 78 persen orang tua semua. Berarti anak-anak kita belum kita turunkan," tuturnya.