REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minat masyarakat Indonesia pada dunia investasi sangat tinggi. Kondisi itu tentu menjadi angin segar bagi pemilik ataupun penerbit produk investasi. Salah satu produk investasi yang cukup menjadi favorit masyarakat Indonesia adalah reksa dana.
Data itu terlihat angka investor reksa dana yang melonjak 283 persen selama dua tahun terakhir. Dari 3.175.429 investor pada 2020 menjadi 9.090.977 investor pada September 2022.
Manajer Investasi (MI) PT Samuel Aset Manajemen, Dian Amellya mengingatkan, animo investasi yang besar itu harus terus diimbangi dengan edukasi atau kegiatan literasi yang cukup. Tujuannya agar investor bisa menyadari berbagai risiko dari setiap investasi yang dilakukannya. Salah satu resiko investasi reksa dana, yakni portofolio reksa dana dapat mengalami penurunan nilai.
"Tentu investor memiliki risiko, makanya butuh pemahaman dalam berinvestasi. Karenanya manajer investasi juga tidak memberikan jaminan keuntungan yang pasti dalam produk reksa dana," kata Dian saat menjadi pembicara seminar bertajuk 'Bijak Berinvestasi' di salah satu di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2021).
Terkhusus produk reksa dana terproteksi, menurut Dian, sudah seharusnya menjadi tanggungjawab MI ketika penerbit obligasi mengalami gagal bayar. "Beda kalau produk terproteksi, maka sudah menjadi kewajiban MI untuk bertanggungjawab secara langsung kepada investor ketika penerbit obligasi gagal bayar. Sedangkan penerbit obligasi bertanggungjawab kepada kita sebagai MI," ujarnya.
Dian menyampaikan, Samuel Aset Manajemen penah mengalami kendala terhadap penerbit obligasi.Namun, dalam prosesnya, Samuel bertanggungjawab penuh terhadap investor produk reksadana terproteksi.
"Ketika salah satu underlying aset terproteksi kami mengalami gagal bayar, itu Samuel mengganti seluruhnya, karena kami menjaga nama baik kami sebagai perusahaan manajemen aset investasi. Jadi kami mengganti seluruh uang gagal bayar tersebut sambil menunggu proses hukum dengan penerbit obligasi," jelas Dian yang hadir bersama financial planner dari QM financial.
Dia menjelaskan, MI juga mesti bertanggung jawab langsung terhadap investor. Sedangkan penerbit obligasi bertanggung jawab terhadap MI.
"Jadi, nasabah urusannya dengan kami, kami bertanggungjawab langsung dengan investor atau nasabah, sedangakan penerbit obligasi bertanggungjawab terhadap kami sebagai MI, dan ketika penerbit obligasi mengalami gagal bayar, biasanya melalui proses hukum antara MI dan pemerbit obligasi," ucap Dian.