REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian Keuangan meluncurkan Panduan Penyusunan Instrumen Pendanaan Biru (Blue Finance Instrument Development Guideline).
Panduan ini dimaksudkan untuk mendukung penguatan ekonomi Indonesia dan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), terutama yang terkait ekosistem lautan dan penanganan perubahan iklim, melalui inisiatif sektor biru yang didukung pendanaan biru berkelanjutan.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan peningkatan produktivitas ekonomi berbasis kelautan dapat terlaksana melalui berbagai kegiatan dan program di sektor biru yang tertuang dalam SDGs Government Security Framework.
"Berbagai kegiatan di sektor biru yang tertuang dalam SDGs Government Security Framework tersebut tidak mungkin dapat diimplementasikan seluruhnya hanya melalui pembiayaan dari APBN," jelas Suharso di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Saat ini, menurut Suharso, Indonesia memiliki instrumen pendanaan berupa SDGs Bond yang dikeluarkan pada 2021 dan berhasil mengumpulkan hingga 500 juta euro. Instrumen lainnya, termasuk penerbitan obligasi Green Sukuk senilai 1,2 miliar dolar AS pada 2018.
Dana-dana tersebut telah membiayai proyek-proyek strategis di Indonesia meski belum menyentuh sektor pembangunan kelautan yang berkelanjutan. Suharso menambahkan, suksesnya SDGs Bond atau Green Sukuk semakin menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam mengawal isu-isu lingkungan hidup, baik di darat maupun laut.
"Melalui kedua instrumen tersebut, Indonesia terbukti memiliki kemampuan untuk mengembangkan mekanisme pendanaan yang inovatif dan berkelanjutan," tambah Suharso.
Suharso berharap, Blue Finance Instrument Development Guideline dapat menjadi panduan nasional untuk penyusunan instrumen pendanaan biru yang tepat, membiayai kegiatan ekonomi biru berkelanjutan, serta melengkapi dokumen-dokumen yang sudah ada sebelumnya, seperti SDGs Government Security Framework.
"Melalui pendanaan biru ini, nanti bisa dikembangkan berbagai instrumen pendanaan inovatif yang bisa menyempurnakan berbagai instrumen pendanaan biru seperti bonds/sukuk, trust fund, blended financing, dan lain-lain," pungkas Suharso.
Country Director Asian Development Bank-Indonesia Jiro Tominaga mengatakan minat investor untuk menyerap obligasi biru sangat tinggi. Namun, jumlah instrumen yang diterbitkan masih sangat minim.
Agar penerbitan obligasi dan pembiayaan biru tumbuh, menurut Jiro, diperlukan definisi dan kriteria yang jelas untuk memastikan dampaknya bagi lingkungan. Meski tinggi peminat, banyak investor berhati-hati dalam berinvestasi karena panduan yang masih sangat terbatas.
"Peminat yang tinggi ini belum dipertemukan dengan proyek-proyek biru yang kredibel dan berdampak nyata bagi lingkungan," kata Jiro.