REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka alias Down Payment(DP) kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor dan properti menjadi paling sedikit nol persen, yang berlaku efektif 1 Januari sampai 31 Desember 2023.
"Langkah tersebut dilakukan sebagai lanjutan implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Oktober 2022 dengan Cakupan Triwulanan yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Ia menjelaskan kebijakan DP nol persen diberikan untuk semua jenis kendaraan bermotor baru guna mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Sementara untuk properti, BI melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti yakni rumah tapak, rumah susun, serta ruko.
Pelonggaran tersebut akan menyebabkan bank yang memenuhi kriteria rasio kredit atau pembiayaan macet atau Non Performing Loan/Non Performing Financing (NPL/NPF) tertentu bisa memberikan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi paling sedikit nol persen pula kepada masyarakat.
Melalui kebijakan tersebut, pertumbuhan kredit di sektor properti diharapkan bisa meningkat dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Perry melanjutkan implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif lainnya juga dilakukan dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar nol persen dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84 persen sampai 94 persen. Selanjutnya rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) turut dipertahankan sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.
Dia menegaskan sinergi kebijakan antara BI dengan kebijakan fiskal pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.