REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan ekonomi global sangat dekat dengan resesi. Alasannya inflasi tetap tinggi, suku bunga naik, dan beban utang yang meningkat menghantam negara-negara berkembang.
"Kami telah menurunkan perkiraan pertumbuhan 2023 kami dari 3,0 persen menjadi 1,9 persen untuk pertumbuhan global, itu sangat dekat dengan resesi dunia," kata Malpass, pada konferensi pers selama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia, dikutip Jumat (14/10/2022).
"Semua masalah yang diperhatikan orang, masalah inflasi, kenaikan suku bunga, dan pemutusan aliran modal ke negara berkembang sangat memukul orang miskin," katanya. Ia menyoroti penumpukan utang negara-negara berkembang. "Itu adalah resesi dunia yang bisa terjadi dalam keadaan tertentu."
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada pertengahan September, Bank Dunia memperingatkan bahwa ketika bank sentral di seluruh dunia secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi, dunia mungkin akan menuju resesi global pada 2023, dengan perkiraan pertumbuhan hanya 0,5 persen.
Presiden Bank Dunia mencatat pada konferensi pers bahwa pertumbuhan penduduk dunia diperkirakan sebesar 1,1 persen per tahun. "Jadi jika pertumbuhan dunia jauh lebih lambat, itu berarti orang-orang akan mundur," kata Malpass menjawab pertanyaan dari Xinhua.
Mengutip laporan Bank Dunia baru-baru ini, Malpass mengatakan bahwa pandemi Covid-19 memberikan kemunduran terbesar bagi upaya pengurangan kemiskinan global sejak 1990, mendorong sekitar 70 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada 2020, dan perang di Ukraina mengancam akan memperburuk keadaan.
Menurut Laporan Kemiskinan dan Kemakmuran Bersama, pendapatan median global turun 4,0 persen pada tahun 2020, penurunan pertama sejak pengukuran pendapatan median dimulai pada tahun 1990. "Jadi jika kita mengalami resesi dunia sekarang, itu juga akan menekan pendapatan rata-rata, yang berarti bahwa orang-orang di bagian bawah dari skala pendapatan akan turun," kata Malpass.
Kepala Bank Dunia juga mencatat bahwa ia prihatin dengan konsentrasi modal di dunia di ujung atas negara-negara maju. "Jadi itu, menurut saya, salah satu masalah yang harus dihadapi dunia untuk memungkinkan modal mengalir ke bisnis baru dan ke negara berkembang, yang akan mengubah arah kebijakan fiskal dan moneter di negara maju," kata Malpass.
Dunia menghadapi lingkungan yang sangat menantang dari ekonomi maju, dan itu memiliki implikasi serius, bahaya bagi negara-negara berkembang, katanya. "Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa kondisi dan tren ini mungkin bertahan hingga 2023 dan 2024."