REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendaraan tanpa awak atau kendaraan otonom (autonomous vehicle, AV) merupakan moda transportasi masa depan dan akan menjadi bagian dari sistem transportasi cerdas (intelligent transport system atau ITS). Pemerintah pun ingin mengoperasikan AV di kawasan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur, sejalan dengan konsep IKN, yakni green and smart city .
Adapun beberapa keunggulan AV yakni tepat waktu, konsumsi bahan bakarnya hemat hingga 15 persen mengurangi emisi karbon, mengatasi kemacetan lalu lintas, dan mengurangi tingkat kecelakaan yang terjadi akibat kelalaian manusia (human error) hingga 40 persen.
Meski begitu masih ada sejumlah tantangan dalam mewujudkan AV sebagai bagian dari sistem transportasi nasional di antaranya, kesiapan jalan, kondisi lingkungan, jaringan internet, regulasi teknis yang terkait dengan laik jalan, termasuk pelaksanaan uji kendaraan. Saat ini pemerintah sedang menyusun dan mematangkan regulasi yang terkait dengan kendaraan otonom.
Direktur PT Jababeka Tbk Suteja Sidarta Darmono mengatakan pihaknya siap mendukung kehadiran kendaraan otonom di Indonesia. Saat ini Jababeka sedang mengembangkan Jababeka Silicon Valley atau Correctio lewat kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indogen Capital dan PT Bisa Artifisial Indonesia (BISA AI).
Jababeka mengembangkan Correctio dengan dukungan tiga pilar, yakni Industry 4.0, Society 5.0, dan Transit Oriented Development (TOD). Correction hadir untuk mendukung perusahaan-perusahaan yang ingin migrasi ke industry 4.0.
“Maka itu, pihaknya tengah membangun jaringan internet 5G di Jababeka Silicon Valley. AV membutuhkan dukungan infrastruktur, salah satunya koneksi internet yang kuat. Adanya jaringan internet dengan sinyal yang kuat, AV dapat digunakan di kawasan ini,” ujarnya, Jumat (19/8/2022).
Irjen Pol. (Purn) Budi Setiyadi menambahkan ada lima elemen yang menentukan perkembangan kendaraan bermotor, yakni persepsi, lokalisasi, perencanaan, kendali kendaraan (vehicle control/driver control), dan sistem manajemen.
"Persepsi adalah proses untuk merasakan lingkungan sekitar kendaraan otonom. Jadi, persepsi boleh dibilang sebagai penglihatan kendaraan dengan menggunakan dukungan teknologi sensor, seperti LiDAR (Light Distance and Ranging), RADAR dan computer vision. Teknologi sensor lainnya yang bisa digunakan front camera dan sensor ultrasonic,” kata Budi.
Sementara, lokalisasi berfungsi mengidentifikasi posisi kendaraan, rambu lalu lintas, persimpangan jalan, termasuk kemacetan. Lalu, perencanaan berfungsi untuk menentukan kemudi dan pergerakan kendaraan berdasarkan informasi dari persepsi. Kemudian, kendali kendaraan digunakan saat kendaraan mulai dipergunakan, dan sistem manajemen merupakan proses komunikasi antara manusia dengan mesin mobil otonom atau human machine interface.
Menurut Budi beberapa kelebihan kendaraan otonom juga ada kekurangannya, yakni teknologinya masih mahal. Hal ini membuat harga kendaraan otonom menjadi tinggi. Selain itu, kendaraan ini dikendalikan komputer, ada potensi penyadapan.
“Dalam konteks Indonesia, masih banyak penduduk yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pengemudi. Kalau semakin banyak kalangan yang memakai kendaraan otonom, ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran,” papar Budi
Di Indonesia, saat ini kendaraan otonom yang berbasis tenaga listrik telah hadir sejak Mei 2022, namun masih dioperasikan secara terbatas. Kendaraan dengan nama Navya Arma saat ini beroperasi di Q Big BSD City dan kawasan BSD Green Office Park, keduanya di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Rektor PresUniv Chairy menambahkan prospek kendaraan otonom dari perspektif perilaku konsumen. Menurut Chairy, saat ini AV masih menjadi sesuatu yang baru masyarakat. Maka, agar kehadirannya bisa diterima, yakni masyarakat mau menggunakannya secara rutin, proses adopsinya perlu dipersiapkan.
“Apalagi AV adalah produk inovasi yang dapat mengubah perilaku konsumen dan sistem transportasi dunia, termasuk Indonesia,” ucapnya.
Managing Director PT Jababeka Infrastruktur Agung Wicaksono memaparkan penggunaan AV atau kendaraan otonom di berbagai negara. “Ujicoba AV paling cocok dilakukan di lingkungan kampus,” ucapnya.
Peneliti dari PresUniv, Jhanghiz Syahrivar Memaparkan hasil risetnya tentang potensi pasar kendaraan otonom. Katanya, saat ini populasi dunia sudah mulai menua.
“Semakin banyak penduduk dunia yang berusia lebih dari 60 tahun,” ucap Jhanghiz.
Di Indonesia, misalnya, jumlahnya mencapai 25 juta atau sekitar 10 persen dari populasi. “Ditambah dengan para penyandang difabel, mereka ini menjadi pasar potensial dari kendaraan otonom atau EV,” urainya.
Jhanghiz juga melihat pentingnya penggunaan EV di industri pariwisata. “Itu akan membuat wajah industri pariwisata menjadi lebih futuristik,” ucapnya. Selain itu, Jhanghiz juga menyoroti masalah kurangnya tenaga pengemudi di sektor logistik, yang mengoperasikan truk-truk berukuran besar. “EV bisa menjadi solusi atas masalah ini,” katanya.
Selebihnya, potensi EV juga tercermin dari terus meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi emisi karbon, menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas akibat human error, serta pentingnya efisiensi dalam berkendara.
Meski begitu Jhanghiz juga khawatir dengan masih tingginya risiko gagal sistem. Dia mengutip sebuah riset yang dilakukan 2015. Papar Jhanghiz, AV diharapkan mampu menurunkan tingkat kecelakaan akibat human error.
“Faktanya, menurut riset tersebut, tingkat tabrakan (collision) EV masih lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan yang dikemudikan secara manual,” ucapnya.