REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar IPB University Dwi Andreas Santosa memaparkan empat pilar yang bermanfaat untuk mendukung ketahanan pangan dan mewujudkan kawasan pangan Food Estate.
"Kalau satu saja dari empat pilar tidak dipenuhi, maka (Food Estate) bisa gagal," kata Dwi Andreas dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Ia memaparkan pilar pertama adalah kesesuaian serta kelayakan tanah dan agroklimat wilayah Food Estate karena terkait dengan kesuburan tanah. Saat ini, terdapat tiga jenis lahan marjinal di Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi lahan pertanian bukaan baru, yaitu lahan rawa dan gambut, tanah sulfat masam, serta tanah masam.
"Kalau lahan masam perlu dikapur, misalnya, butuh tambahan bahan organik," kata Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu.
Pilar kedua, tambah Dwi Andreas, adalah kesesuaian infrastruktur pertanian di wilayah sekitar untuk menunjang kebutuhan usaha tani. "Bukan hanya irigasi, tapi juga untuk usaha tani. Untuk transportasi hasil dan input," katanya.
Kemudian, pilar ketiga, yaitu kelayakan budidaya dan teknologi, terutama untuk memperkuat kualitas hasil tanam dan mengatasi persoalan hama. "Teknologi pendampingnya, seperti pemupukan dan pengendalian hama. Hama itu luar biasa banyak untuk lahan yang baru dibuka," katanya.
Selanjutnya, pilar keempat adalah kelayakan sosial-ekonomi, karena tingkat minat sumber daya manusia untuk mengelola lahan baru juga harus dipertimbangkan. "Petani ada yang mau atau tidak untuk kelola (lahan baru)," katanya.
Sementara itu, berdasarkan sisi ekonomi, ia memaparkan, lahan dinilai produktif bila mampu memenuhi produksi gabah minimal 4 ton per hektare untuk jenis tanaman padi. "Perluasan lahan penting, tapi perlu biaya sangat besar supaya yang empat pilar tadi dipenuhi," ujar Dwi Andreas.