REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elon Musk ingin membatalkan kesepakatannya untuk membeli Twitter. Jumat lalu, Musk memutuskan untuk mengakhiri perjanjian akuisisi senilai 44 miliar dolar AS atau sekitar Rp 660 triliun itu.
Dilansir CNN, Musk menuduh Twitter melanggar kesepakatan. Menurut Musk, Twitter gagal menyerahkan data yang perlu dievaluasi seperti jumlah bot dan akun spam di platform.
Perwakilan hukum Twitter membalas pernyataan Musk melalui surat. Manajemen Twitter menyebut klaim Musk tersebut tidak valid. Twitter menuntut agar Musk tetap menindaklanjuti pengambilalihan tersebut.
Musk selama berminggu-minggu menyatakan keprihatinannya terkait jumlah bot dan akun spam di Twitter yang tidak sesyai dengan yang disampaikan Twitter secara publik. Twitter pun dianggap tidak mematuhi kewajiban kontraktualnya.
Dalam tanggapannya pada Senin lalu, ketua dewan direksi Twitter Bret Taylor menegaskan Twitter tidak pernah melanggar kewajiban. Sebaliknya, tim Twitter menuduh Musk telah secara sadar dan sengaja melanggar perjanjian.
"Perjanjian ini tidak dapat dibatalkan. Surat Komitmen Hutang Bank dan Surat Komitmen Ekuitas tetap berlaku. Twitter menuntut agar Musk mematuhi kewajiban mereka berdasarkan Perjanjian," kata Bret dalam surat tanggapannya dikutip Selasa (12/7).
Perselisihan antara Musk dan Twitter ini pun dipastikan akan berakhir di pengadilan. Bret meyakini tim Twitter bisa memenangkan kasus ini di pengadilan nantinya.
Perselisihan ini pun membuat saham Twitter (TWTR) merosot tajam. Saham Twitter ditutup turun lebih dari 11 persen pada Senin lalu dan hampir 40 persen di bawah harga kesepakatan dengan Musk.
Banyak analis menyebut masalah bot ini sebagai dalih bagi Musk untuk keluar dari kesepakatan yang tampaknya terlalu mahal mengingat penurunan pasar baru-baru ini. Saham Tesla (TSLA), yang sebagian rencananya akan digunakan Musk untuk membiayai kesepakatan, juga turun dalam beberapa pekan terakhir.