REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya memberikan perlindungan kepada investor di pasar modal. Hal tersebut dilakukan otoritas dengan berbagai upaya, baik dari sisi kebijakan, pengawasan, maupun penegakan hukum.
Dikutip dari keterangan tertulisnya, OJK menjabarkan berbagai upaya dalam melindungi investor pasar modal. Pertama dengan melakukan langkah sosialisasi, literasi, dan edukasi.
Dalam hal ini, OJK memberikan pemahaman kepada investor dalam berinvestasi di pasar modal agar terhindar dari investasi bodong; memahami risiko berinvestasi di pasar modal; mengetahui legalitas profil pelaku usaha dan produk investasi yang ditawarkan; memahami teknik berinvestasi dengan menggunakan dana lebih, bukan dana kebutuhan pokok atau cadangan, apalagi hasil meminjam; serta terhindar dari penawaran imbal hasil fixed return yang tidak masuk akal.
Kedua, mendorong pengembangan notasi khusus dan papan pemantauan khusus sebagai upaya preventif untuk mencegah terjadinya kerugian investor saham. Tersedianya informasi yang sederhana dan cepat ini agar para investor dapat dengan mudah memahami kondisi perusahaan.
"Saat ini telah ada 15 notasi khusus yang diharapkan dapat memberikan gambaran kepada investor agar sebelum bertransaksi saham perusahaan tercatat, dapat memahami terlebih dahulu kondisi perusahaan tersebut," tulis OJK, Selasa (14/6/2022).
Ketiga, penerbitan POJK 65/POJK.04/2020 dan SEOJK 17/SEOJK.04/2021 tentang Pengembalian Keuntungan Tidak Sah (PKTS) dan Dana Kompensasi Kerugian Investor. Dengan hal tersebut, diharapkan dapat memulihkan hak-hak investor yang dirugikan akibat adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dengan cara memberikan perintah tertulis kepada pelaku pelanggaran untuk mengembalikan sejumlah keuntungan yang diperoleh/kerugian yang dihindari secara tidak sah/melawan hukum (restorative justice/remedial action).
Keempat, penerbitan POJK 49/POJK.04/2016 dan Keputusan Nomor Kep-69/D.04/2020 terkait Dana Perlindungan Pemodal (DPP). Hal ini untuk menumbuhkan dan memperkuat kepercayaan pemodal dan masyarakat dalam berinvestasi di pasar modal Indonesia dengan memberikan ganti rugi atas aset pemodal yang hilang.
"Adapun batas maksimal ganti rugi per modal sebesar Rp 200 juta dan batas maksimal ganti rugi per kustodian sebesar Rp 100 miliar," tulis OJK.
Kelima, melakukan tindakan Supervisory Action yang didukung dengan Penerbitan POJK 23/POJK.04/2021 tentang Tindak Lanjut Pengawasan di Bidang Pasar Modal. Aturan ini untuk memastikan para pelaku industri pasar modal Indonesia senantiasa mematuhi dan mentaati ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan demi terciptanya pasar modal yang teratur, wajar, efisien, dan melindungi kepentingan investor dan masyarakat.
"OJK akan terus melakukan pembinaan dan supervisory action untuk mengantisipasi berbagai modus pelanggaran tersebut dan jika diperlukan akan melakukan tindakan tegas berupa penegakan hukum tentunya dengan dukungan dari seluruh pihak,” tulis OJK.
Keenam, Penguatan Kewenangan Pengawasan dan Penegakan Hukum melalui Penerbitan POJK 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Ini sebagai payung hukum dalam melakukan tindakan pengawasan dan penegakan dengan memberikan beberapa kewenangan baru bagi OJK demi mewujudkan pasar modal yang teratur, wajar, efisien, dan melindungi kepentingan investor dan masyarakat.
"Untuk itu, dipersilakan mengajukan permohonan kepailitan dan pembubaran perusahaan, perintah melakukan buyback saham perusahaan terbuka, dan melarang pihak tertentu menjadi pengendali, direksi, dan dewan komisaris," tulis OJK.