REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar finansial global masih menunjukkan kondisi yang volatil. Di sisi lain, sentimen dari dalam negeri menunjukkan optimisme atas proses pemulihan perekonomian Indonesia di tahun 2022 ini. Dua kondisi ini disebut dapat mempengaruhi strategi investor dalam mencapai tujuan finansial.
"Saat ini, tekanan dari global masih besar pengaruhnya ke pasar finansial domestik. Ada tiga faktor utama yang masih mempengaruhi pasar global yaitu tekanan inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi," kata Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Krizia Maulana, Kamis (9/6/2022).
Meski ada risiko dari pasar global, kabar positif datang dari dalam negeri. Menurut Krizia, ada enam faktor yang mendukung sinyal penguatan perekonomian Indonesia, yaitu inflasi yang relatif terkendali, posisi Indonesia sebagai net eksportir komoditas, ekspansi ekonomi Indonesia, peran penting new economy, valuasi aset finansial yang menarik, dan kepemilikan asing yang cenderung rendah.
Di tengah kondisi global yang volatil ini, pasar saham disebut masih memberikan potensi keuntungan yang menarik dalam jangka panjang, terlebih kondisi pasar domestik juga mendukung. Walau demikian, kata Krizia, portofolio investor disarankan tetap terdiversifikasi.
"Penambahan alokasi investasi pada aset dengan korelasi yang rendah dan risiko yang relatif rendah, seperti reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang, juga tetap perlu dilakukan untuk mengantisipasi kondisi pasar global yang volatil," jelas Krizia.
Investor yang ingin memanfaatkan peluang pertumbuhan pasar domestik dapat memanfaatkan reksa dana saham. Sebagai gambaran, dalam setahun terakhir, sejak akhir April 2021 hingga akhir April 2022, reksa dana Manulife Greater Indonesia Fund (MGIF) mencatatkan kinerja 22,0 persen. Sementara reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) mencatatkan kinerja 26,6 persen, dan reksa dana Manulife Dana Saham (MDS) mencatatkan kinerja 16,7 persen pada periode yang sama.
MGIF merupakan reksa dana saham dalam denominasi dolar AS, sedangkan MSA dan MDS merupakan reksa dana saham dalam denominasi rupiah. MGIF cocok untuk investasi jangka panjang karena melakukan penempatan pada saham-saham yang dijual melalui penawaran umum dan atau diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
MSA menggunakan tolok ukur IDX 80, sehingga komposisi market cap lebih merata. Dengan menggunakan strategi high conviction, di mana deviasi terhadap tolok ukurnya yang lebih lebar, kinerja portofolio MSA pun cenderung lebih lebar.
Sementara itu, MDS menggunakan tolok ukur LQ45 dengan komposisi big cap yang lebih besar. Dengan strategi core yang diterapkan, deviasi MDS terhadap tolok ukur lebih terbatas dan volatilitasnya pun cenderung lebih sempit dibandingkan strategi high conviction.
Jumlah porsi penempatan investasi pada reksa dana saham, pasar uang, maupun pendapatan tetap, menurut Krizia harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing investor memperhatikan faktor seperti; tujuan investasi, jangka waktu investasi dan kebutuhan likuiditas yang berkaitan erat dengan toleransi risiko.
"Dengan mengetahui perkembangan pasar terkini dan melakukan penyesuaian pada komposisi portofolio, investor diharapkan dapat merealisasikan berbagai tujuan keuangannya di masa depan," ujar Krizia.