REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat pajak penghasilan (PPh) yang terkumpul dari program pengungkapan sukarela (PPS) sebesar Rp 12,56 triliun per 5 Juni 2022. Adapun harta bersih yang dilaporkan berasal dari 61.315 wajib pajak dan 71.950 surat keterangan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan harta bersih yang dilaporkan terdiri dari deklarasi dalam negeri senilai Rp 107,35 triliun, repatriasi sebesar Rp 1,45 triliun, investasi sebesar Rp 7,1 triliun, dan deklarasi luar negeri sebesar Rp 9,15 triliun.
"Pajak ini berasal dari pengungkapan harta bersih senilai Rp 125,2 triliun," ujarnya saat konferensi pers, Senin (6/6/2022).
Menurutnya terdapat dua kebijakan PPS pada tahun ini, yakni kebijakan I wajib pajak yang belum mengungkapkan harta diperoleh sebelum Desember 2015. Lalu, kebijakan II untuk wajib pajak yang belum mengungkapkan harta diperoleh pada 2016-2020 dalam surat pemberitahuan (SPT) 2020.
Dari kebijakan I, pajak berupa PPh yang terkumpul sebesar Rp 5,03 triliun dan dari kebijakan II sebesar Rp 7,52 triliun. Sementara itu, jumlah wajib pajak yang menjadi peserta tax amnesty meliputi 16.156 wajib pajak dari kebijakan I dan 55.794 wajib pajak dari kebijakan II.
Maka dari itu, Suryo mengimbau para wajib pajak bisa segera memanfaatkan PPS untuk melaporkan hartanya lantaran program tersebut akan berakhir pada 30 Juni 2022. "Kalau sudah selesai tidak akan ada kesempatan lagi," ucapnya.
Pemerintah mengadakan Tax Amnesty jilid II sesuai ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak. Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.
Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.