Selasa 31 May 2022 21:23 WIB

KPPU Sebut Ada Ketimpangan dalam Penguasaan Lahan Kebun Sawit

Perusahaan sawit swasta hanya 0,07 persen tapi menguasai lahan 54,42 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut adanya ketimpangan yang cukup tinggi dalam penguasaan lahan hak guna usaha (HGU) di area perkebunan sawit.
Foto: ANTARA/Budi Candra Setya
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut adanya ketimpangan yang cukup tinggi dalam penguasaan lahan hak guna usaha (HGU) di area perkebunan sawit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut adanya ketimpangan yang cukup tinggi dalam penguasaan lahan hak guna usaha (HGU) di area perkebunan sawit. Rata-rata indeks ketimpangan di setiap provinsi mencapai 0,77 dan dinilai dalam level yang cukup tinggi.

Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Marcellina Nuring, menyampaikan, ketimpangan terutama terjadi di antara pelaku usaha perkebunan.

Baca Juga

Tercatat, jumlah pekebun rakyat mencapai 99,92 persen dari total pelaku usaha perkebunan. Namun, hanya menguasai sekitar 41,35 persen lahan sawit dari total perkebunan sawit nasional.

"Sementara, jumlah perusahaan perkebunan swasta hanya 0,07 persen dari total pelaku usaha tetapi menguasai lahan seluas 54,42 persen," kata Marcellina dalam konferensi pers, Selasa (31/5/2022).

Adapun, lanjut dia, perusahaan perkebunan negara hanya 0,01 persen dari toal jumlah pelaku usaha dan menguasai sekitar 4,23 persen lahan.

Marcellina mengatakan, pekebun rakyat rata-rata hanya memiliki 2,21 hektare (ha) lahan sawit sementara perusahaan swasta rata-rata menguasai 4.241 ha. Perusahaan perkebunan negara rata-rata menguasai 3.321 ha lahan.

Menurutnya, penguasaan lahan perkebunan sawit harus dibatasi. Pasalnya, jika perluasan lahan, terutama dari perusahaan tidak dikontrol akan semakin menyebabkan ketimpangan yang makin tinggi.

"Ini bisa membawa masalah dan potensi kontrol (pasar) pada produk hilir, oleh karena itu pembatasan perlu diberikan," kata dia.

Secara regulasi, pembatasan lahan kini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Izin usaha Perkebunan. Namun, pelaksanannya aturan tersebut dinilai KPPU masih menjadi tanda tanya.

Selain itu ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Bidang Pertanian pun mengatur mengenai pembatasan luas lahan kebun berdasarkan izin usaha untuk suatu perusahaan perkebunan.

Namun, ia menekankan aturan itu tidak mengatur masalah pengaturan kepemilikan lahan berdasarkan kelompok usaha.

"Ini adalah dua regulasi yang coba kami identifikasi terkait pembatasan," kata dia.

Ketua KPPU, Ukay Karyadi, menambahkan, lahan HGU sawit selama ini kerap kali berpindah tangan. Itu karena banyaknya aksi korporasi berupa akusisi lahan. Di mana perusahaan besar membeli lahan milik pelaku usaha menengah.

Selama 2021, KPPU menerima notifikasi 10 akuisisi perkebunan sawit. Dari 10 itu, enam akusisi dilakukan oleh perusahaan asing, semuanya dari Malaysia.

Ia mengatakan, hika nantinya lahan HGU semakin dikuasai oleh segelintir perusahaan, KPPU bisa menerapkan sistem persetujuan bersyarat atau bahkan tidak menyetujui aksi merger kebun sawit.

"Kepemilikan kebun sawit sudah semakin terkonsentrasi. Sekali dia menguasai lahan kebun sawit maka sampai ke tingkat hilir dia akan mendikte pasar," kata Ukay.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement