REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- India resmi melarang ekspor gandum sejak Jumat (13/5/2022) pekan lalu akibat adanya gangguan iklim berupa gelombang panas yang berdampak pada gangguan produksi. Dampak terhadap kenaikan harga global perlu diwaspadai pemerintah bersama pelaku usaha.
Ekonom dari Institute for Economics and Development Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengatakan, India bukan pemasok utama gandum bagi Indonesia. Namun, kebijakan India akan memberikan dampak terhadap harga global yang nantinya pun dirasakan Indonesia.
"Jadi bagi Indonesia dampaknya tidak langsung karena bukan sumber utama," kata Rusli kepada Republika.co.id, Selasa (17/5/2022).
Sebagai gambaran, sepanjang 2021 lalu, total impor gandum Indonesia mencapai 8,4 juta ton atau senilai 624,6 juta dolar AS. Total impor dari India pada tahun lalu hanya 318,4 ribu ton dengan nilai mencapai 100,9 juta dolar AS.
Jumlah itu masih lebih kecil daripada impor gandum asal Ukraina yang kini dalam situasi perang. Volumenya mencapai 2,07 juta ton atau senilai 624,6 juta dolar AS.
Di sisi lain, Rusli menilai, komoditas gandum tidak seleastis beras atau bahan pokok lainnya ketika terjadi kenaikan harga. Jikalau nanti terjadi kenaikan harga produk gandum seperti roti dan mie, masyarakat Indonesia memiliki banyak alternatif pangan.
Meski demikian, Rusli mengatakan langkah India itu dapat menstimulus negara produsen gandum lain untuk melakukan hal yang sama. Indonesia, sebagai salah satu importir besar gandum tentunya akan kesulitan jika itu terjadi.
"Jadi mungkin memang harus segera mencari alternatif pasar untuk sumber gandum ini," katanya.