REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Angkasa Pura (AP) (Persero) memastikan akan menyikapi tuslah atau kenaikan biaya kepada maskapai dengan memaksimalkan layanan bandara. Saat ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah mengizinkan maskapai menerapkan tuslah.
“Kami sendiri menyikapinya terhadp standarisasi layanan operasi bandara,” kata Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin di Airport Learning Center AP II Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (19/4/2022).
Awaluddin menegaskan akan konsisten dalam memberikan layanan kepada penumpang denga jauh lebih baik. Meskipun begitu, Awaluddin memastikan tidak akan menaikan biaya bandara yang dibebankan kepada penumpang atau passenger service charge (PSC).
“Tarif PSC selama pandemi kami belum menyesuaikan,” tutur Awaluddin.
Awaluddin mengakui harga avtur ecara global memang menajdi sorotan. Hal tersebut dikhawatirkan akan berdampak kepada pergerakan harga tiket pesawat yang dijual maskapai.
“Regulator akan konsen mengawal tarif batas atas dan bawah yang kaitannya dengan penumpang tarif ekonomi,” ungkap Awaluddin.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mengizinkan masakapai menaikan biaya tambahan tarif akibat harga avtur dunia yang meningkat. Penyesuaian biaya pada angkutan udara penumpang dalam negeri tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2022 tentang Biaya Tambahan (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai berlaku sejak ditetapkan pada 18 April 2022.
“Ketentuan ini dibuat setelah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait seperti maskapai penerbangan, asosiasi penerbangan, praktisi penerbangan, YLKI, dan unsur terkait lainnya di bidang penerbangan,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (19/4/2022).
Adita menjelaskan, ketentuan tersebut diberlakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional maskapai penerbangan. Selain itu juga untuk memastikan konektivitas antar wilayah di Indonesia tidak terganggu.
Dia mengatakan, adanya kenaikan harga avtur dunia sangat mempengaruhi biaya operasi penerbangan. “Jika kenaikannya mempengaruhi biaya operasi penerbangan hingga 10 persen lebih, maka pemerintah dapat mengizinkan maskapai penerbangan untuk menetapkan biaya tambahan seperti fuel surcharge. Ketentuan ini juga berlaku di negara-negara lainnya, salah satunya adalah Filipina,” ungkap Adita.
Adita menegaskan, ketentuan juga tidak berpengaruh pada penyesuaian atau perubahan tarif batas bawah (TBB) maupun tarif batas atas (TBA) penerbangan. Menurutnya, biaya tambahan (fuel surcharge) dibedakan berdasarkan pada pesawat jenis jet dan propeller.
“Untuk pesawat udara jenis jet, dapat menerapkan maksimal 10 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara. Sedangkan, untuk pesawat udara jenis propeller, dapat menerapkan maksimal 20 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing Badan Usaha Angkutan Udara,” jelas Adita.