REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai gejolak global dengan adanya situasi geopolitik yang menyebabkan harga energi sangat tinggi dan tak dapat diprediksi saat ini menjadi tantangan bagi pengembangan pasar karbon."Tak hanya untuk Indonesia, tetapi semua negara yang sekarang fokus kepada perubahan iklim," ungkap Sri Mulyani dalam 2022 Institute of International Finance (IIF) Sustainable Finance Summit yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (10/3/2022).
Namun terlepas dari hal tersebut, kata Menkeu, dalam jangka menegah panjang tetaplah penting bagi Indonesia sebagai negara besar untuk membangun fondasi dalam perubahan iklim, terutama melalui pasar karbon. Ia menyebutkan saat memperkenalkan sebuah pasar baru melalui pengaturan kelembagaan dan kerangka peraturan mengenai harga, hal tersebut mencerminkan harga sebenarnya dari komoditas itu.
Tetapi, tantangan dalam memperkenalkan pasar karbon adalah karena pasar tersebut tidak akan memperdagangkan karbondioksida (CO2) dalam bentuk aslinya, sehingga akan direpresentasikan dengan sebuah kertas atau sekuritas yang berbasis pada CO2 yang mendasari. "Jadi prinsip bagaimana Anda mengukur CO2 dan menghasilkan sertifikat yang kredibel untuk kemudian dapat diperdagangkan di pasar itu akan menjadi penting," tuturnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku sedang berdiskusi dengan pasar modal di Indonesia mengenai harga karbon yang layak untuk diperdagangkan pada saat ini. Bahkan, dirinya juga mendapatkan tawaran dari London dan Singapura yang sedang mengembangkan pasar karbon mereka untuk bekerja sama.
Saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan undang-undang mengenai pajak karbon sebagai komitmen untuk mengurangi CO2."Itulah yang sekarang sedang kami bahas dengan sangat detail bagaimana Indonesia bisa mempersiapkan diri, tetapi semua prinsip kebijakan ini adalah penting," kata Sri Mulyani.