REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) berencana melaksanakan sejumlah aksi korporasi mulai dari penambahan saham dwiwarna, mengakuisisi BTN Syariah, hingga right issue. Pengamat Ekonomi Syariah, Fauziah Rizki Yuniarti mengatakan langkah ini memiliki dampak positif dan negatif.
"Ada positif dan negatif dari penyertaan saham dwiwarna ke BSI yang menjadikan BSI sebuah BUMN," katanya pada Republika, Senin (28/2/2022).
Positifnya adalah BSI mendapat akses lebih luas ke sumber-sumber pendanaan murah. Dengan demikian, BSI bisa memberikan produk atau jasa yang lebih murah ke konsumen. Sehingga pada ujungnya, konsumen diuntungkan.
Selain itu, dengan status BUMN, BSI memiliki kemudahan untuk mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak. Khususnya dengan pihak luar karena BSI perlu meningkatkan exposurenya di luar negeri. BSI juga mendapat hak yang lebih besar untuk dana PEN sebagai statusnya yang menjadi BUMN.
Sementara dampak negatif yang menjadi risiko adalah berkurangnya keleluasaan gerak BSI. Pemerintah akan punya andil lebih besar dalam pemilihan dewan direksi dan dewan komisaris dengan statusnya sebagai Bank BUMN.
"Ada risiko pemilihan akan menjadi jauh lebih politis sehingga mekanisme fit-and-proper test harus ditingkatkan untuk memitigasi risiko tersebut," katanya.
Performa keuangan juga harus tetap terjaga dengan baik. Saat ini BSI memiliki performa keuangan yang baik dan sehat. BSI harus pertahankan kinerja manajemen keuangan dan manajemen risiko yang ada dan bahkan harus ditingkatkan lagi.
Ia mengingatkan BSI jangan sampai lengah dalam menjalankan bisnisnya hingga terjerembab menjadi BUMN yang merugi seperti beberapa BUMN lainnya. Selain itu, BSI juga harus meningkatkan peran sosialnya. "BSI dengan modal sebesar itu harus juga meningkatkan peran sosialnya tersebut," katanya.
UU Perbankan Syariah No. 21/2008 mengatakan bahwa bank Syariah juga memiliki peran sosial, selain peran komersil yang dimiliki. Peran sosial inilah yang membedakan bank Syariah dan bank konvensional.
Beberapa riset menemukan bahwa perbankan syariah saat ini masih terlalu fokus ke peran komersil dan menelantarkan peran sosial. Membeli UUS BTN Syariah juga bisa menjadi langkah yang baik karena memperluas portfolio BSI untuk pembiayaan KPR yang merupakan core business UUS BTN Syariah.
BSI juga bisa punya anak usaha yang mendukung pertumbuhan keuangan syariah secara keseluruhan. Usaha-usaha ini harus masuk dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah sehingga menguatkan ekosistem.
Anak usaha juga sebaiknya lembaga keuangan syariah yang dibangun dari hulu ke hilir. Contohnya P2P lending Syariah, Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD), dan lainnya.
Dengan semakin berkembangnya BSI, maka perbankan syariah lain perlu menaikan daya saing. Menurut Fauziah, bank syariah lain perlu juga menambah modalnya sehingga bisa meningkatkan daya saing juga.
"Market share perbankan Syariah ini masih kecil, jadi daripada sibuk memikirkan bersaing antar bank syariah, lebih baik fokus memikirkan untuk bersaing dengan bank konvensional," katanya.
Seperti dengan mengambil ceruk pasar potensial lain yaitu orang yang belum punya rekening bank yang jumlahnya masih banyak sekali di Indonesia. Dengan begitu, peran sosial bank syariah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial, meningkatkan inklusi keuangan, mengurangi kemiskinan, bisa segera tercapai, tidak hanya utopia.