Sabtu 08 Jan 2022 04:01 WIB

Pengamat: Inflasi Energi dan Pangan Jadi Tantangan di 2022

Krisis energi yang terjadi secara global bisa turut berdampak sampai ke sektor UMKM.

Alat berat merapikan tumpukan batu bara di area pengumpulan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (4/1/2022). Pengamat ekonomi yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inflasi energi dan inflasi pangan menjadi bagian dari sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia di tahun 2022 agar ekonomi nasional terus tumbuh.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Alat berat merapikan tumpukan batu bara di area pengumpulan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (4/1/2022). Pengamat ekonomi yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inflasi energi dan inflasi pangan menjadi bagian dari sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia di tahun 2022 agar ekonomi nasional terus tumbuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inflasi energi dan inflasi pangan menjadi bagian dari sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia di tahun 2022 agar ekonomi nasional terus tumbuh. Bhima dalam webinar bertajuk 'Masihkah Pandemi Akan Mengganggu Pertumbuhan Ekonomi 2022' di Jakarta, Jumat (7/1/2022), menerangkan krisis energi yang terjadi secara global bisa turut berdampak sampai ke sektor UMKM di Indonesia.

"Kemarin UMKM banyak yang protes, sudah bahan pangan naik, kemudian harga elpiji nonsubsidi juga meningkat. Tahun 2022 subsidi elpiji mau diarahkan kepada subsidi tertutup, jadi ada beberapa penyesuaian yang berimbas pada inflasi," kata Bhima.

Baca Juga

Krisis energi yang sedang terjadi di tingkat global, kata dia, selain sebagai tantangan juga menjadi peluang bagi Indonesia. Posisi Indonesia, kata Bhima, diuntungkan karena memiliki cadangan batu bara yang besar. Terlebih lagi saat ini pemerintah menerapkan kebijakan pelarangan ekspor total batu bara untuk kepentingan memenuhi pasokan dalam negeri.

Selain inflasi energi, Bhima juga memberikan perhatian pada inflasi komoditas pangan yang perlu intervensi pemerintah untuk menekannya. Tingginya harga komoditas pangan seperti cabai, minyak goreng, dan telur berdampak pada UMKM seperti warung-warung kecil.

UMKM di sektor makanan dan minuman yang paling terdampak, kata Bhima, adalah mereka yang memiliki usaha di lingkungan sekitar perkantoran karena kehilangan pelanggan akibat dari aktivitas work from home (WFH) yang diterapkan selama pandemi. Kendati demikian, Bhima juga menerangkan peluang di sektor usaha makanan dan minuman di mana layanan pesan antar mengalami peningkatan selama pandemi.

"Untuk industri makanan dan minuman memang potensinya bagus. Untuk pesan antar makanan dan minuman tahun 2021 tumbuhnya lebih dari 24 persen. Jadi restoran yang sudah gabung dengan Gojek, Grab, ShopeeFood mengalami kenaikan permintaan," katanya.

Selanjutnya, tantangan lain yang harus dihadapi adalah fenomena pekerja yang tak lagi bekerja secara normal dengan datang ke kantor melainkan melanjutkan aktivitas kerja dari jarak jauh. Kondisi ini memengaruhi rantai ekonomi di sekitar perkantoran.

Selain itu, ada pula tantangan sertifikasi terhadap produk yang ramah lingkungan. Bhima menerangkan saat ini permintaan terhadap produk atau usaha yang memerhatikan lingkungan cukup tinggi. Dan yang terakhir adalah tantangan digitalisasi yaitu bagaimana agar UMKM bermigrasi ke pemasaran digital, serta ancaman perlindungan data pribadi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement