REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Memasuki 2022, konstelasi perkembangan perekonomian dunia masih dihadapkan pada situasi dan kondisi penanganan dampak Covid-19.
Ekonom Indonesia Fiscal (IEF) Research Institute, Imam Mukhlis, mengatakan terjaganya daya beli masyarakat dalam situasi perekonomian di akhir tahun khususnya menjelang Natal dan tahun baru (Nataru) ditandai adanya mobilitas masyarakat di sektor pariwisata dan kunjungan masyarakat ke berbagai tempat belanja tradisional dan modern.
Menurut dia, geliat perekonomian pada daerah-daerah tujuan wisata domestik dan transaksi ekonomi di pusat-pusat pembelanjaan memberikan optimisme kebangkitan perekonomian nasional.
Dukungan masyarakat dalam penyehatan perekonomian dapat diwujudkan dalam kegiatan konsumsi, investasi, dan produksi yang dilakukan dalam skala mikro.
“Dalam hal ini pemberian bantuan pemerintah dalam bentuk cash program masih dibutuhkan bagi masyarakat terdampak Covid-19 agar tetap memiliki pendapatan untuk menjaga daya belinya,” kata guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang itu dalam keterangan tertulis Ahad (2/1).
Imam menyampaikan, setiap negara menerapkan kebijakan mitigasi dan recovery perekonomian dengan berbagai program pada bidang sosial, kesehatan, kemasyarakatan dan perekonomian.
Berbagai program ini diharapkan dapat melindungi masyarakat dari penyebaran virus Covid-19 dan penguatan kekebalan fisik individu dari virus covid-19. Program dalam bidang ekonomi dikhususkan pada upaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat guna menciptakan stimulan perekonomian baik pada sisi demand maupun pada sisi suplai.
Sebab, menurut dia, kegiatan ekonomi tercipta dari sebuah aktivitas individu di suatu wilayah yang dapat memberikan multiplier effect bagi berkembangnya kegiatan ekonomi lainnya.
“Integrasi perekonomian baik secara sektoral dan spasial pada skala lokal, nasional dan internasional dapat mendorong berkembangnya perekonomian secara berkelanjutan,” kata Imam.
Imam mengatakan, perkembangan perekonomian pada akhir 2021, ditandai oleh adanya kenaikan harga komoditi berbasis sumber daya alam di pasar internasional, seperti kelapa sawit dan nikel.
Lonjakan harga ini akan meningkatkan kinerja perdagangan internasional (ekspor) Indonesia. Perbaikan neraca perdagangan ini dapat memberikan dampak pada kondisi neraca pembayaran internasional.
Imam mengutip data yang dirilis dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa hingga triwulan ketiga 2021 kondisi neraca pembayaran internasional Indonesia mengalami surplus sebesar 10,7 miliar dolar AS.
“Stabilitas perekonomian nasional yang ditopang dari kegiatan ekonomi internasional ini memiliki dampak positif pada upaya recovery perekonomian nasional,” kata Imam.
Menurut Imam, stabilitas perekonomian nasional baik secara domestik maupun internasional menjadi momentum berharga bagi keberlanjutan recovery perekonomian nasional.
Hal ini juga ditopang dari adanya citra positif dari kebijakan baik oleh otoritas moneter dan otoritas fiskal dapat memandu perekonomian ke arah penyehatan yang diinginkan. Salah satu faktor penting dalam upaya penyehatan perekonomian adalah terjaganya daya beli masyarakat dalam pemenuhan barang dan jasa.
Dia mengatakan, kondisi perekonomian secara nasional menunjukkan masih adanya marginal propensity to consume (MPC) dari masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Masih rendahnya tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia memberikan informasi daya beli masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi tahun kalender selama Januari–November 2021 sebesar 1,30 persen.