Ahad 26 Dec 2021 04:30 WIB

Pertalite Bakal Dihapus, Ekonom: Dampak ke Inflasi Besar

Penghapusan Pertalite akan berdampak ke rumah tangga masyarakat maupun sektor bisnis.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). Pemerintah berencana menghapus BBM RON 88 Premium dan RON 90 Pertalite sebagai upaya mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). Pemerintah berencana menghapus BBM RON 88 Premium dan RON 90 Pertalite sebagai upaya mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah pemerintah yang bakal menghapus BBM Premium (RON 88) dinilai tidak akan memberikan dampak besar terhadap laju inflasi. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Tauhid Ahmad, mengatakan, konsumsi premium saat ini relatif kecil karena masyarakat sudah mayoritas beralih ke BBM Pertalite (RON 90).

"Saya belum melihat berapa detail porporsi, tapi memang sudah relatif kecil dibanding Pertalite. Dampak inflasi pasti terjadi, tapi saya kira hanya ada di awal-awal pemberlakuan saja," kata Tauhid kepada Republika.co.id, Sabtu (25/12).

Baca Juga

Tauhid mengatakan, inflasi yang akan ditimbulkan dari dihapusnya Premium pun kemungkinan tidak akan terlalu berasa di masyarakat. Itu karena tingkat permintaan yang sudah turun signifikan karena memang tidak tersedia di seluruh SPBU.

Pemerintah juga mewacanakan penghapusan BBM Pertalite. Ia mengatakan, penghapusan Pertalite yang justru akan memberikan dampak besar. Baik bagi rumah tangga masyarakat maupun sektor bisnis.

"Itu pasti pengaruhnya akan besar, besar sekali. Itu karena akan menimbulkan biaya bagi sektor usaha yang lumayan besar," katanya.

Terlepas dari dampak yang ditimbulkan dari penghapusan Premium dan Pertalite, Tauhid mengatakan, tahun depan bukan waktu yang tepat untuk menghapus keduanya. Jikapun ingin tetap diterapkan, harus dilakukan secara bertahap.

"Kita setuju ada perbaikan kualitas kendaraan, tapi tidak serta merta langsung karena ada dampak terhadap ekonomi," katanya.

Di sisi lain, ia sekaligus mendorong pemerintah untuk memberikan insentif atau subsidi untuk bahan bakar bagi kendaraan yang menggunakan energi baru terbarukan seperti kendaraan listrik. Menurutnya, kendaraan listrik yang saat ini harus mendapatkan intervensi langsung dari pemerintah berupa subsidi energi. Hal itu untuk mendukung agar pengembangan kendaraan listrik di Indonesia semakin pesat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement