REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 611 triliun pada November 2021 merupakan pencapaian yang wajar didapatkan pemerintah. Hal ini disebabkan aktivitas ekonomi mulai dibuka kembali dan normalisasi permintaan ekspor dari mitra dagang utama.
“Jangan terlalu optimis dulu melihat pencapaian APBN sampai 31 Oktober 2021, meskipun terjadi pertumbuhan penerimaan negara tapi faktornya adalah low base effect. Itu wajar karena ekonomi mulai dibuka kembali dan ada normalisasi permintaan ekspor dari mitra dagang utama,” ujar Director CELIOS Bhima Yudhistira kepada Republika.co.id, Selasa (21/12).
Dari sisi penerimaan pajak, lanjut Bhima, jika dibandingkan Oktober 2019 realisasi penerimaan pajak masih lebih rendah saat ini. Pada Oktober 2019, realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.173 triliun, sedangkan saat ini sebesar Rp 1.159 triliun.
“Artinya ekonomi belum bisa kembali seperti pra-pandemi. Butuh waktu full recover ya, dan ini yang perlu diperhatikan pemerintah, sehingga jangan lengah,” ucapnya.
Bhima meminta pemerintah juga mewaspadai kenaikan harga komoditas. Meskipun saat ini masih diuntungkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari komoditas sawit dan batu bara yang naik.
“Tapi di dalam negeri perlu waspada efek ke inflasi dan belanja subsidi energi yang merangkak naik. Kemudian pemerintah juga menghadapi tekanan pembiayaan utang, artinya beban bunga masih jadi ancaman fiskal,” ucapnya.
Bhima menyebut pada Oktober 2019 penerimaan pajak lebih besar dan pembiayaan utangnya sebesar Rp 384,5 triliun. Dibanding saat ini pajaknya lebih rendah dan utangnya bertambah sebesar Rp 608,2 triliun hampir naik dua kali lipat beban utang baru nya.
“Tahun 2022, volatilitas nilai tukar dan kenaikan suku bunga akan membuat porsi pembayaran bunga utang terhadap penerimaan pajak makin lebar,” ucapnya.
Pemerintah mencatat defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 611 triliun pada November 2021. Adapun realisasi ini 3,63 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit November 2021 turun dari tahun lalu sebesar 5,73 persen tetapi naik jika dibandingkan Oktober 2021 sebesar 3,29 persen atau Rp 548,9 triliun, sehingga terjadi penurunan lebih dari dua persen.
“Defisit APBN pada November 2021 sebesar 3,63 persen. Rakyat dibantu APBN, tetapi sisi lain juga APBN mengalami pemulihan,” ujarnya saat konferensi pers APBN KiTA November 2021 secara virtual, Selasa (21/12).