REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengungkapkan, kawasan ASEAN sangat rentan terhadap tantangan ketahanan pangan dan gangguan pasokan pangan global.
Kawasan ASEAN membutuhkan lebih banyak investasi asing atau foreign direct investment (FDI) pada sektor pangan untuk memastikan akses dan keterjangkauan masyarakatnya terhadap pangan. Realisasi FDI di bidang pertanian di ASEAN terbilang kecil. FDI untuk pertanian yang masuk hingga 2020 pertanian hanya berjumlah kurang dari 10 persen dari total FDI di wilayah tersebut.
FDI di sektor pertanian di negara-negara ASEAN telah menurun sejak 2015 dan rata-rata realisasi FDI tahunan pertanian ke ASEAN pada 2016 hingga 2019 lebih rendah 26,89 persen dibandingkan tahun 2015. "Kerentanan ini dapat dilihat dari, salah satunya, lewat masalah kekurangan gizi yang sudah berlangsung lama," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta, Selasa (14/12).
Prevalensi stunting dan wasting pada balita di ASEAN pada 2020 masing-masing sebesar 27,40 persen dan 8,2 persen, lebih tinggi dari rata-rata global, berdasarkan laporan dari Global Nutrition Report.
"Upaya mewujudkan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui investasi yang dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian. Namun hal ini membutuhkan kerangka peraturan yang lebih spesifik," ujar Aditya.
Ia menilai, upaya ASEAN untuk mewujudkan ketahanan pangan sebenarnya sudah terefleksikan lewat ASEAN Integrated Framework for Food Security and Strategic Plan (AIFS-SPA FS). Itu merupakan pedoman dan rekomendasi yang dilaksanakan secara sukarela oleh para anggotanya untuk memastikan ketahanan pangan jangka panjang, perbaikan nutrisi dan peningkatan mata pencaharian petani.