REPUBLIKA.CO.ID, MANILA - Google Alphabet Inc akan melarang iklan politik di platformnya menjelang pemilihan Filipina Mei tahun depan. Pemilu di Filipina untuk memilih pengganti Presiden Rodrigo Duterte.
Langkah itu dilakukan di tengah tekanan pada platform media sosial atas penanganan terhadap iklan politik selama pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 2020.
Platform media sosial telah menjadi medan pertempuran politik di negara Asia Tenggara. Penelitian menunjukkan bahwa orang Filipina menduduki peringkat teratas secara global untuk waktu yang dihabiskan di media sosial.
Iklan pemilu yang mempromosikan atau menentang partai politik mana pun atau pencalonan orang atau partai mana pun untuk jabatan publik, tidak akan diizinkan berjalan antara 8 Februari hingga 9 Mei 2022, kata Google dalam pembaruan kebijakan konten politiknya, Rabu (1/12).
Tanggal tersebut mencakup masa kampanye di Filipina hingga hari pemilihan pada 9 Mei.
Google mengatakan pemberitahuan akan dikirim ke pengiklan yang terpengaruh tentang pembaruan kebijakan.
Google telah melarang iklan politik di platformnya sebelumnya, termasuk dalam pemilihan federal Kanada pada 2019 dan sebelum pemilihan di Singapura pada 2020.
Platform media sosial seperti Facebook telah membantu memperkuat basis dukungan Duterte. Analis menganggap mereka berperan penting dalam kemenangan pemilihannya pada tahun 2016 dan kekalahan oleh sekutunya dalam jajak pendapat jangka menengah tahun lalu.
Filipina akan memilih pengganti Duterte, yang di bawah konstitusi tidak diizinkan untuk mencalonkan diri lagi, tetapi akan mencalonkan diri sebagai senator.