REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan penyelenggara teknologi finansial peer to peer (P2P) lending turut berpengaruh di kawasan Asia Tenggara. Pada September 2021, akumulasi penyaluran pinjaman dari 104 platform legal sebesar Rp 262,93 triliun atau meningkat 104,30 persen (year-on-year/yoy), outstanding pinjaman sebesar Rp 27,48 triliun atau tumbuh 116,18 persen (yoy).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK bersama pemangku kepentingan lainnya berkomitmen untuk memberantas praktik pinjaman online ilegal, supaya tidak berdampak kepada iklim usaha para platform yang resmi di bawah naungan otoritas.
"Kami mengundang semua pihak yang berkepentingan secara bersama-sama menjaga industri jasa keuangan dengan mengedepankan prinsip inovasi brilian yang bertanggung jawab, serta mendorong kolaborasi untuk menciptakan ekosistem jasa keuangan di Indonesia yang berdaya saing tinggi," ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Jumat (12/11).
Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi Idris mengungkap industri ini punya peran vital terhadap akselerasi pembiayaan ke berbagai sektor terutama saat era pandemi. Hal ini karena platform memiliki peran sebagai jembatan antara pendana (lender) perorangan maupun institusi, dengan para peminjam (borrower) di segmen yang belum tersentuh akses lembaga keuangan konvensional, unbankable, sektor informal, dan UMKM.
"Akumulasi penyaluran fintech P2P lending ke sektor produktif sampai dengan Oktober 2021 sebesar Rp 114,76 triliun atau 43,65 persen dari akumulasi penyaluran pembiayaan secara total. Hal ini memperlihatkan bahwa peran OJK sektor produktif seperti UMKM memiliki potensi yang sangat besar," ucapnya.
Selain itu, OJK melihat startup lending lokal cukup prospektif dan memiliki peluang melakukan penetrasi ke pasar regional, setidaknya di negara-negara ASEAN. Terlihat dengan adanya platform fintech P2P lending asli Tanah Air yang masuk ke negara tetangga seperti Thailand dan Filipina.
"Tentu hal ini membuktikan fintech P2P kita, memiliki keunggulan dan daya saing yang sangat baik terutama karena dalam operasionalnya, P2P lending mampu melakukan akuisisi pelanggan secara cepat, tanpa tatap muka atau online, dan mampu melakukan asesmen risiko dengan dukungan teknologi artificial intelligence," ucapnya.
Terakhir OJK mengapresiasi langkah-langkah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memangkas bunga maksimal pinjaman hingga 50 persen dari ketentuan regulasi. Tepatnya, dari maksimal 0,8 persen per hari menjadi 0,4 persen per hari.
"Harapannya, turunnya bunga fintech legal dapat membangkitkan kepercayaan masyarakat terhadap fintech P2P lending resmi dan menarik minat masyarakat untuk menggunakan fintech legal dibandingkan ilegal," ucapnya.