Selasa 09 Nov 2021 23:52 WIB

Sejak 2020, Laporan Cyber Crime Perbankan Capai 200 Ribu

Lima kategori ancaman cyber crime perbankan salah satunya mobile devices

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Cyber crime (ilustrasi). Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha mengatakan, perkembangan kejahatan siber (cyber crime) juga membawa ancaman ke dunia perbankan. Maka itu, perilaku dan kesadaran nasabah serta pegawai bank menjadi hal yang penting untuk mengurangi risiko kejahatan siber perbankan.
Foto:

Dept. Head Information Security Division PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Irfan Syukur menyatakan ada lima kategori ancaman siber utama (cyber crime) dalam industri perbankan saat ini, yakni Mobile Devices, Digital Connectivity, Malware, Partnership dan API.

Pertama, jelas dia, Mobile Devices saat ini telah banyak dipergunakan seperti untuk sistem pembayaran dan lainnya. Meningkatnya jumlah dan jenis perangkat mobile dapat meningkatkan risiko serangan siber. “Kedua, Digital Connectivity atau konektivitas digital dari peningkatan eksposur data penting melalui adopsi sistem digital dan interkonektivitas,” tambahnya.

Ketiga, Malware, kecanggihan semakin mudah diakses dan otomatis melampaui kemampuan pertahanan saat ini. Keempat, API, penggunaan vendor pihak ketiga yang menimbulkan risiko di luar kendali langsung. “Dan kelima, kemitraan melalui konvergensi cyber komersial dan pemerintah,” ungkapnya.

Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono pun mengungkapkan, investasi berkelanjutan atau Environmental, Social and Corporate Governance (ESG) menjadi salah satu isu penting bagi para investor asing yang ingin menanamkan modalnya. Setiap perbankan perlu menerapkan ESG dalam setiap aksi korporasinya. Menurutnya, peningkatan keamanan data dan privasi, serta keamanan produk finansial merupakan bagian dari ESG. 

Dia menilai penerapan investasi berkelanjutan dengan meningkatkan keamanan siber bisa jadi poin plus bagi setiap pelaku industri jasa keuangan. "Beberapa catatan bagi perbankan adalah tidak saja ini (investasi keamanan siber) meminimalisir operational risk, tetapi juga meningkatkan nilai value dari ESG perbankan mata investor, terutama pada mereka yang berinvestasi pada saham-saham perbankan," tukasnya.

Teguh mengatakan, ada beberapa pertanyaan tentang ESG yang kerap menjadi fokus dari investor keuangan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti, apakah perusahaan memiliki kebijakan proteksi data, apa saja hak-hak yang sudah diberikan terkait data kepada nasabah, dan sejauh apa cakupan pelatihan karyawan pada keamanan data.

 

"Peningkatan keamanan siber merupakan upaya bersama. Selain pencegahan dari regulator dan provider atau perbankan, kesadaran masyarakat mengenai keamanan data juga perlu terus ditingkatkan," tutup dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement