REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga batu bara global diproyeksikan akan mengalami penurunan usai reli panjang akibat intervensi pemerintah China meliputi peningkatan produksi dalam negeri hingga membatasi harga komoditas. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menilai kondisi cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi mulai akhir tahun ini hingga awal 2022 akan memicu kelangkaan batu bara dan menahan koreksi harga.
"Hal ini mungkin bisa membantu mengurangi percepatan koreksi harga yang terjadi karena intervensi oleh pemerintah China yang mendorong terjadinya penurunan harga dalam beberapa pekan terakhir," kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (9/11).
Saat ini, China mewaspadai musim dingin ekstrem dengan suhu udara yang lebih rendah dari biasanya akibat dampak fenomena La Nina.Kondisi cuaca ekstrem itu bisa mengganggu produksi batu bara di negara tersebut dan meningkatkan konsumsi batu bara untuk menghalau suhu rendah.
Sedangkan di negara pemasok, seperti Indonesia, fenomena La Nina diperkirakan akan memicu bencana hidrometeorologi yang dapat menghambat aktivitas produksi batu bara dan jalur distribusi. Akhir tahun lalu, importir batu bara China sepakat membeli batu bara dari Indonesia selama tiga tahun ke depan dengan nilai transaksi mencapai 1,46 miliar dolar AS atau setara Rp20,6 triliun.
Kesepakatan itu tertuang dalam penandatanganan kerja sama antara China Coal Transportation and Distribution (CCTDA) dengan APBI terkait ekspor batu bara.Sejak komitmen itu, kini Indonesia menjadi andalan China sebagai pemasok utama batu bara pasca negara Tirai Bambu itu menangguhkan impor dari Australia akibat ketegangan diplomatik.
Hendra menjelaskan penambang batu bara di Indonesia akan tetap melaksanakan produksi maksimal sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) memanfaatkan jeda cuaca untuk mengatasi penurunan produksi akibat cuaca ekstrem. Sedangkan dari sisi distribusi, penambangan akan mengatur jadwal pengapalan bila memungkinkan dengan tetap memperhatikan arahan dari pihak otoritas kepelabuhanan.
Langkah itu dilakukan sebagai antisipasi kemungkinan pelabuhan menutup jalur pelayanan akibat gelombang tinggi selama cuaca ekstrem.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan harga baru bara acuan (HBA) November 2021 menyentuh angka 215,01 dolar AS per ton atau naik 33 persen dibandingkan harga bulan lalu yang hanya 161,63 dolar AS per ton.Harga bulan ini merupakan level HBA tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Kenaikan harga batu bara acuan disebabkan permintaan dari China meningkatkan menyusul mulai memasuki musim dingin serta kondisi cuaca buruk, sehingga kegiatan produksi dan transportasi baru bara di provinsi produsen batu bara terganggu. Faktor komoditas lain, seperti kenaikan harga gas alam juga memiliki pengaruh dalam menentukan harga batu bara global.