Selasa 09 Nov 2021 16:59 WIB

Wamen BUMN Sebut Garuda Sudah Bangkrut Secara Teknis

Utang Garuda kini mencapai 9,7 miliar dolar AS dengan aset 6,9 miliar dolar AS.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Pekerja membongkar muat kargo dari pesawat Garuda Indonesia setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (22/5). Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut PT Garuda Indonesia (Persero) sudah bangkrut secara teknis.
Foto: Antara/Ampelsa
Pekerja membongkar muat kargo dari pesawat Garuda Indonesia setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (22/5). Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut PT Garuda Indonesia (Persero) sudah bangkrut secara teknis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut PT Garuda Indonesia (Persero) sudah bangkrut secara teknis. Hal ini tak lepas dari memburuknya kondisi Garuda yang selalu menderita kerugian sejak 2017.

Pria yang akrab disapa Tiko itu menyebut ekuitas Garuda negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS atau Rp 40 triliun per September 2021, dengan tambahan ekuitas negatif mencapai 100 juta dolar AS sampai 150 juta dolar AS atau Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun setiap bulan.

Baca Juga

"Sebenarnya kalau dalam kondisi seperti ini, kalau di istilah perbankan, bangkrut secara teknis tapi secara legal belum," ujar Tiko saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/11).

Tiko menilai status tersebut tak lepas dari tidak terbayarkannya kewajiban jangka panjang, termasuk global sukuk. Tiko mengatakan Garuda pun memecahkan rekor untuk neraca negatif yang sebelumnya terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kata Tiko, utang Garuda kini mencapai 9,7 miliar dolar AS dengan aset sebesar 6,9 miliar dolar AS dan ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar dolar AS. "Neraca Garuda mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS, ini rekor, dulu rekor dipegang Jiwasraya, sekarang dipegang Garuda," ucap Tiko.

Tiko menyebut persoalan ini semakin diperparah dengan pemberlakuan PSAK 73 pada 2020 dan 2021 yang membuat dampak penurunan ekuitas semakin dalam lantaran pengakuan utang masa depan lessor.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement