REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan memburuknya kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) sudah berlangsung cukup lama akibat tata kelola perusahaan yang begitu buruk. Pria yang akrab disapa Tiko itu menyebut permasalahan korupsi Garuda meliputi kerja sama yang memberatkan perusahaan, mark up nilai pesawat, serta kasus penerimaan suap dan pencucian uang pada 2011 hingga 2012.
"Garuda memiliki kontrak dengan lessor untuk penyewaan pesawat dengan biaya lebih tinggi dibandingkan maskapai lain di dunia," ujar Tiko saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/11).
Berdasarkan laporan Bloomberg, lanjut Tiko, proporsi biaya kontrak lessor dibandingkan pendapatan Garuda mencapai 24,7 persen atau empat kali lebih besar di atas rata-rata global. Tiko menilai kondisi ini diperparah dengan keadaaan pandemi yang menurunkan pendapatan Garuda hingga 70 persen pada 2020.
Padahal, ucap Tiko, Garuda sempat meraup keuntungan cukup besar untuk rute domestik pada 2019 yakni 240 juta dolar AS. Keuntungan domestik sayangnya tidak diikuti rute-rute internasional yang terus mengalami kerugian.
Tiko mengatakan penurunan pendapatan terus terjadi selama masa pandemi pada 2020. Tiko memerinci pendapatan Garuda tertinggi terjadi pada Januari 2020 yang sebesar 235 juta dolar AS, namun terus merosot hingga pernah mencapai 27 juta dolar AS pada April 2020 dan saat ini berada di angka 70 juta dolar AS.
"Saat ada pembatasan kegiatan pasti berdampak langsung karena jumlah penumpang turun signifikan," ucap Tiko.
Tiko mengaku sulit memprediksi arus kas Garuda karena tergantung kondisi pandemi. Tiko mengatakan Garuda dihadapkan pada situasi kompleks lantaran memiliki struktur biaya dan utang yang tinggi, namun di sisi lain pendapatan juga tergerus signifikan.
"Saya pernah ditanya, Garuda kinerjanya turun karena korupsi atau Covid. Ya (karena) dua-duanya, bukan salah satu," kata Tiko.