REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan semua jalan tol sudah memenuhi uji laik fungsi. Kepala BPJT Kementerian PUPR Danang Parikesit mengatakan uji laik fungsi dilakukan untuk mewujudkan standar pelayanan minimum di jalan tol.
"Setiap jalan tol yang beroperasi juga telah melalui rangkaian terakhir penilaian sebelum dapat dioperasikan, yakni uji laik fungsi dan laik operasi," kata Danang dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (6/11).
Danang mengatakan, kegiatan tersebut dilaksanakan untuk memastikan semua spesifikasi teknis persyaratan. Begitu juga dengan perlengkapan jalan yang ada sesuai dengan standar managemen dan keselamatan lalu lintas terpenuhi dengan baik.
Dia menambahkan, sosialisasi keselamatan Jalan Tol bertajuk Selamat Sampai Tujuan juga terus disampaikan Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga bersama BPJT. Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan mitra seperti BUJT, Korlantas Polri, dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.
"Beberapa imbauan disampaikan kepada pengendara untuk mengurangi risiko kecelakaan di jalan tol maupun non tol," tutur Danang.
Danang menegaskan, salah satu faktor yang menjadi item pengecekan yakni skid resistance. Hal tersebut dilkukan baik terkait perkerasan kaku (beton) maupun perkerasan flexible (aspal) dengan mengikuti Peraturan Menteri PUPR Nomor 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol.
Dia menjelaskan, ketentuan pagar pembatas beton pada sisi jalan mempertimbangkan risiko fatalitas ketika terjadi kecelakaan. "Beberapa jenis pagar pengaman memiliki kriteria defleks lentur yang berbeda dan digunakan sesuai dengan peruntukannya," ungkap Danng.
Dia menambahkan, penempatan concrete barrier atau beton pada umumnya ditempatkan pada lokasi-lokasi yang dianggap berbahaya. Beberapa diantaranya seperti jembatan ataupun untuk median atau pemisah jalur yang jaraknya berdekatan sehingga dapat memperkecil risiko kendaraan menyeberang ke jalur berlawanan.
"Hal ini juga menjaga agar kendaraan terhindar dari fatalitas kecelakaan dan tetap nyaman dalam berkendara," tutur Danang.
Sebelumnya, Pemerhati Konstruksi Jalan Raya dan Kereta Api Gatot Rusbintardjo menilai jalan tol di Indonesia dapat dikatakan tidak aman untuk kecepatan tinggi. Gatot menyebut, pengerasan jalan tol dibuat dari perkerasan kaku yaitu dengan beton semen.
"Pengerasan dengan beton semen tidak mempunyai skid resistance atau kecil skid resistance nya," kata Gatot.
Skid resistance merupakan daya cengkeram ban dengan permukaan perkerasan jalan. Gatot menjelaskan, jika skid resistennya kecil atau nol maka jika afa mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan mengerem, tidak akan segera berhenti.
"Mobil tidak akan segera berhenti karena tidak ada daya cengkram yang memadai antara ban dan permukaan perkerasan jakan. Mobil akan meluncur cukup jauh sebelum berhenti sehingga sering terdengar mobil menabrak truk atau mobil lain yang ada di depannya," ungkap Gatot.
Kondisi lainnya yang membuat jalan tol tidak aman menurut Gatot yakni di tengah jalan diberi pembatas dinding beton yang tebal dan kokoh. Akibatnya, kata Gatot, jika ada mobil yang selip atau kemudinya berbelok maka akan menabrak tembok beton.
Jika dalam kondisi kecepatannya tinggi, Gatot menuturkan, akibatknya akan fatal seperti yang dialami Vanessa Angel dan dosen Fakultas Teknik Sipil UNDIP beberapa waktu lalu. Dia menilai, jalan tol yang aman ditengahnya harus berupa rumput dengan lebar min 2 x 5 meter dengan kelandaian lima persen.
Dengan begitu jika ada sopir mengantuk atau mobil pecah ban maka tidak menabrak tembok beton. Jika median berupa rumput maka mobil meluncur diatas rumput yang landai dan akhirnya berhenti dg selamat.
"Sekali lagi ingat, jalan tol di Indonesia adalah jalan yang tidak aman terutama untuk kecepatan tinggi. Taatilah rambu pembatas kecepatan," tutur Gatot.