REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menambah aturan industri teknologi finansial peer to peer (P2P) lending terkait penagihan utang kepada para peminjam. Saat ini tertuang ketentuan POJK 77/POJK. 01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, memang belum memberikan koridor terkait aktivitas penagihan.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 1A OJK Dewi Astuti mengatakan, aturan baru ini memiliki urgensi, setelah melihat adanya fenomena jasa kolektor pihak ketiga atau debt collector. Saat ini yang sudah diatur di IKNB baru terkait penagihan yang dilakukan perusahaan pembiayaan, sedangkan fintech P2P lending belum diatur.
"Ini justru salah satu materi yang akan kami tambahkan POJK yang baru," ujar Dewi saat webinar seperti dikutip Senin (18/10).
Menurutnya, aturan ini karena terungkap penggerebekan salah satu kantor pinjaman online ilegal oleh pihak kepolisian. Saat itu para pelaku yang terlibat dalam sindikat platform pinjaman online ilegal, ternyata juga melayani layanan penagihan beberapa fintech P2P lending resmi.
Dalam artian para pelaku menggunakan jasa kolektor pihak ketiga yang kredibel. Diharapkan aturan baru ini mampu menjaga penagihan perusahaan fintech P2P lending berizin dari hal-hal yang berpotensi meresahkan masyarakat. Selain itu, juga terhindar dari praktik penagihan oleh pinjaman online ilegal yang bisa seenaknya menagih secara tak beretika lewat kekerasan atau ancaman, serta mencuri data pribadi.
"Maka dari itu, isu mengenai penagihan akan diatur ketat, termasuk penggunaan jasa pihak ketiga yang tersertifikasi. Harapannya, aturan yang akan datang memberikan penguatan prudential dan perlindungan konsumen. Mohon doa supaya aturan segera keluar," ucap Dewi.